Aku terbangun
mendengar suara alarm yang sangat berisik itu. Dengan malas aku turun dari
kasur dan bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Tanpa ada yang menyambut ku dan mengucapkan "Selamat pagi
Cloe" atau sekedar menyapa. Jujur saja, aku sangat bosan menjalani pagi
seperti ini di rumah. Aku melangkahkan kakiku ke kamar mandi seperti zombie dan
mulai membersihkan diri sambil mengumpulkan sebagian nyawaku yang hilang.
Selesai mandi rasanya seperti hidup
kembali, namun kurang lengkap jika
belum ada makanan yang mengisi perutku. Segera aku memakaikan striped sweater dengan
jeans pada tubuhku lalu memoleskan bedak tipis, tidak lupa lipgloss rasa cherry untuk melengkapinya. Aku
mengambil backpack di meja belajar kemudian turun ke dapur untuk membuat
sarapan, just some milk and pancakes.
Sambil menyantap
makanan yang kubuat pikiranku melayang ke mana-mana, bagaimana keadaan Daddy? Apakah pekerjaannya
baik-baik saja? Meskipun aku tidak tahu apa pekerjaan
yang Dad jalani sekarang. Aneh memang, dia tidak pernah mau memberitahuku. Dad selalu bilang bahwa pekerjaannya
bukan pekerjaan biasa. Aku sangat penasaran dengan pekerjaan 'tidak biasa'nya.
Namun aku tetap menghargai privasi Dad. Tidak terasa
makanan di piring sudah habis kumakan lalu meminum segelas susu yang kubuat
tadi. Aahh rasanya energi kembali full. Okay saatnya
berangkat ke kampus. Aku mengambil backpack
di bangku sebelah lalu memasangkan sneakers merah
yang kuambil dari rak sepatu. Tidak perlu kendaraan atau semacamnya untuk
sampai ke kampus, walaupun aku punya kendaraan pribadi. Karena jarak kampus
yang cukup dekat hanya menempuh waktu 5 menit untuk sampai ke sana. Well,
bukankah berjalan kaki baik untuk
kesehatan?
Dalam perjalanan
aku menikmati lagu fearless by Taylor Swift
dari iPodku. Sudah kebiasaanku mendengarkan lagu setiap berjalan ke kampus.
Tidak mendengarkan musik sehari saja sudah membuat kepalaku penat. Walaupun aku
menyumpal telinga dengan headset, belum tentu aku tidak bisa mendengar suara di
sekitar. Karena, siapa tahu ada orang yang ingin
macam-macam denganku.
KRREEKK
"Suara apa
itu!? Heh, baru saja kukatakan. Rrrr seperti ada yang membuntutiku
atau mungkin hanya perasaanku saja. Perlahan menolehkan kepalaku ke belakang...
tidak ada siapa-siapa kecuali orang yang
sedang berlalu lalang di jalan. Ah sudahlah mungkin suara kucing jalanan atau seseorang yang menginjak ranting, tapi
sejak kapan ada ranting di tempat yang tidak ada pohon ini? Aku terdiam
sejenak. Namun beberapa saat aku mengangkat bahu tidak peduli
dan memasang kembali headset pada telingaku, melanjutkan perjalanan.
Tidak terasa kakiku
sudah menginjak koridor kampus. Tiba-tiba saja sebuah
tangan besar melingkar di pundakku.
"Morning Cloe" sapa Ethan riang.
"Morning too Ethan" senyumku padanya. Soal
Ethan, jangan salah sangka dulu. Ethan adalah sahabat dekat
yang paling kupercayai. Aku menganggapnya seperti saudara sendiri. Karena
dialah yang paling mengerti aku selain Dad. Ketika
“mood”ku jelek
dia pasti menghiburku dengan tingkah
konyolnya. Aku beruntung mempunyai sahabat sekaligus 'saudara' sepertinya. Walapun dia sangat tertutup
mengenai keluarga. Dia juga sangat popular di kampus
ini. Terkadang aku menyesal kenal dengannya karena aku sering dikeroyoki para
fansnya walaupun mereka tetap kalah melawanku.
"Aku akui dia cukup tampan ditambah tubuh yang atletis.
Wanita mana yang tidak meleleh melihat sahabatku ini?
"Nngg bisakah kau
melepaskan tanganmu? Aku sedikit risih dengan tatapan mereka seperti ingin
memakanku hidup-hidup" ucapku sambil menekuk wajah lalu menarik tangannya
menjauh dari pundakku. Bukannya melepaskan malah semakin mempererat
rangkulannya ck. Jangan sampai aku
'berolahraga' sepagi ini sebelum belajar kawan.
"Tidak usah
dipedulikan. Mereka hanya iri denganmu bisa dekat dengan pria tampan sepertiku" Ethan menyengir dengan
pedenya. Ugh ingin sekali aku mengacak mulutnya meskipun yang dia katakan ada
benarnya. Tapi tetap saja aku gemas dengan sikapnya yang over eksis! Baiklah kalau ini maumu.
"Aaahhh hentikan!" Aku
memutar pergelangan tangannya lalu mengunci pergerakkan tubuhnya. Sudah
kubilang jangan sampai aku berolahraga, I mean olahraga
bela diri sepagi ini Ethan...
"Bagaimana hm? Enak
bukan" Senyum miring menghiasi wajahku. Ia meringis kesakitan memintaku
untuk segera menghentikannya. Fans-fansnya menatap Ethan dengan miris namun
tidak berani mendekatiku karena dengan mudah aku menghabiskan mereka. Merasa
kasihan dengan orang ini yang terus
memohon aku langsung melepaskannya. Kemudian melirik jam tangan putihku, sekarang sudah waktunya untuk
masuk ke kelas. Aku memandang Ethan sebentar yang masih mengelus-elus
pergelangan tangannya yang memerah akibat cengkraman tanganku kuatku.
"Bye Ethan! aku masuk dulu.
Dan maaf untuk yang tadi!" Kataku sedikit berteriak karena semenjak ia
mengelus tangannya aku sudah melangkahkan kakiku menjauh darinya. Di sepanjang
koridor
orang-orang menatapku dengan tatapan
aneh karena tontonan gratis tadi maybe... Ck aku tidak mempedulikan tatapan
mereka dan tetap melangkahkan kakiku menuju kelas.
Aku menguap lebar ketika dosen
itu menjelaskan. Satu kata untuk mendeskripsikannya "membosankan".
Rasanya mataku semakin berat namun aku berusaha mencoba membuka lebar mata ini,
tapi tetap saja tidak bisa. Hhh aku sudah tidak kuat lagi menahan kantuk ini.
Perlahan mataku mulai menutup namun... ada tangan
besar dan kokoh menarikku. Aku terkejut dibuatnya. Tunggu dulu, sepertinya
orang ini bukan salah satu mahasiswa di kampusku.
Dia orang asing!
Tapi... bagaimana bisa dosen botak itu tidak memarahi orang ini masuk
sembarangan ketika mata kuliah sedang berlangsung?! Aku tidak terima. Dari pada
aku mati di tangan orang asing lebih baik
aku mati oleh pelajaran-pelajaran itu. Ssshh cengkramannya pada tanganku
semakin kuat ketika aku memberontak ingin melepaskannya.
Sialan! Kenapa
pria ini memaksa sekali membawaku?! Dengan terpaksa aku menendang area sensitifnya kemudian pergi menjauh dari
sini. Aku meliriknya sekilas sedang meringis kesakitan... ohh maafkan aku. Aku
terpaksa melakukannya karena siapa tahu kau orang jahat ingin melakukan
pembunuhan sadis denganku.
Hoshh hossh
Sangat
melelahkan setelah mengerahkan seluruh tenagaku untuk lari. Keringat bercucuran
kuseka dengan tanganku. Hhhh aku tertunduk memegang
kedua lututku lalu memejamkan mata untuk mengatur nafas sebentar. Aku
merasakaan terpaan angin mengenai wajahku bisa dirasakan dinginnya menembus
kulitku. Bukan hanya terpaan angin aku juga merasakan sebuah tangan melingkar
di pinggangku. Rasanya tubuhku terangkat melayang di udara.
W-wait?! Pria
ini menggendongku. GOD Help Me !!
Otomatis aku
mengalungkan tangan pada lehernya. Jika tidak, bisa jatuh.
Well dengan T E
R P A K S A. Dan aku tidak kuat lagi melawannya setelah menghabiskan semua
energi untuk kabur. Huh... yang benar saja! Tadi aku
lihat dia tidak mengejarku sama sekali namun
muncul sekejap di depanku seperti
hantu bahkan berhasil membawaku kabur kembali. Lari yang sangat cepat untuk
ukuran manusia.
Mataku menutup dengan perlahan karena kantuk yang
melanda sejak pelajaran dimulai bercampur lelahnya tubuh membuatku lemas
seketika. Ditambah aroma maskulinnnya yang memabukkan membuatku semakin ngantuk sekaligus nyaman dalam
dekapannya... Aku tertidur pasrah dalam pelukannya.
Hangatnya sinar matahari menembus kulitku. Lalu membuka
mata perlahan-lahan. Nnngg aku sedikit menggeliat
merasakan ada yang aneh dengan tempat tidurku. Ah pantas saja, ternyata aku tertidur di rumput. Aku
menguap sambil menutup mulut, mengumpulkan nyawa. Setelah kesadaranku kembali sepenuhnya pandanganku mengedar ke
seluruh hutan ini. Aku menatapnya berbinar. Ini bukan
hutan biasa. Hutan ini sangat indah seperti pada novel fantasi yang kubaca. Pohon-pohon tinggi, bunga orchid tumbuh
di mana-mana, rumput hijau yang segar, udara yang
sejuk, membuatku lupa diri bahwa aku sedang diculik sekarang.
"Nyenyak
sekali tidurmu. Sebegitu nyamankah dekapanku
sampai membuatmu tertidur?" Mataku terbelalak seketika
mendengar suara berat ini... lalu menoleh ke belakang. Oh ternyata tadi suara pria yang menculikku. Aku menatapnya
dengan tatapan mengintimidasi yang hanya dibalas dengan
tatapan tajam membuat wanita mana saja menjadi salah tingkah. Bodohnya aku lupa cara bernapas saat melihat mata onyxnya
sedang menatapku tajam, bibir dan alis yang tebal,
rahang kokoh, hidung mancung, kulit yang putih, serta tubuh atletis yang dimilikinya menambah kesan sexy. Sadar
dengan kebodohanku yang dipergoki memperhatikannya
dari ujung rambut sampai ujung kaki membuatku malu. Lalu cepat-cepat memalingkan wajah. Rasanya wajahku mulai
memerah entah itu oleh sinar matahari atau karena
pria sexy itu. PLAKK! Aku menampar wajahku untuk mengembalikan akal sehat.
Tangan besar dan hangat menyentuh lembut pipi yang
kutampar tadi. Mataku terbelalak menyadari pria ini sudah duduk disampingku.
Aku bahkan tidak mendengar langkah kakinya sama sekali.
Apakah pria ini hantu?!
"Tatap
aku" Ah suara berat ini membuatku menoleh ke arahnya. Tatapan itu
membuatku lemas...
"You're
mine... Mate" tangannya tadi dipipiku sudah berpindah ke tengkukku.
Wajahnya semakin dekat membuat napasku
tercekat juga jantungku berdegup dengan kencang. Bisa dirasakan betapa gugupnya aku sekarang ketika ia
memiringkan wajahnya. Tidak sanggup menatapnya lagi aku
memejamkan mata merasakan napasnya menyapu permukaan wajahku. Tinggal sedikit
lagi bibir kami bersentuhan...
BRRAAKK
Sialan! Hanya mimpi! Bagaimana bisa ini terasa sangat nyata?!
"Miss
Allison silakan tutup pintu dari luar" Ugh oke pak! Memang ini yang
kucari. Aku langsung memasukkan barang-barang ke dalam tas lalu menutup pintu
dari luar sesuai yang diperintahkan. Siapa bilang aku akan mengikuti mata kuliah
selanjutnya? Moodku sudah jelek
begini untuk apa dipaksakan. Lebih baik aku pulang.
Dalam perjalanan
aku dikejutkan oleh suara Taylor swift dengan lagu style-nya.
Daddy?! Wajahku
tadi yang suntuk sekarang berubah menjadi ceria saat melihat namanya tertera di
layar iPhoneku.
“Hallo?
Daddy!"
“Hallo my
little princess. Bagaimana kabarmu? Dad sangat merindukanmu"
“Kabarku
baik-baik saja. Dad sendiri? Aku juga Dad...
Kapan pulang?"
“Kabar Dad
baik juga. Mungkin sekitar seminggu lagi. Ada apa My Little Princess? Kau
merindukanku?
"Sangat Daddy. Cepatlah pulang. Aku kesepian di
sini"
"Hahaha bukankah ada Ethan yang
menemanimu? " Oh Daddy mulai menggodaku.
Obrolan kami pun terus berlanjut sampai
dad memutuskan sambungannya.
"Sorry my little princess. Daddy
harus memutuskan telepon ini ada urusan mendadak bye”
"Ya tidak apa-apa Dad. Bye"
Aku menghela napas
berat lalu melanjutkan perjalanan kembali.
"5 menit" Tak terasa aku pun sudah
sampai rumah. Tunggu dulu... Bukankah itu...
CHAPTER 2.
GREY'S BARK
"DADDY!!!!!!"
Aku langsung memeluknya. Ternyata Dad
membuat kejutan untukku. Yep kau berhasil menipuku Dad.
Namun pandanganku teralih kepada anjing yang dibawanya. Dari mana Daddy
mendapatkan anjing sebagus ini? Bulunya
yang lebat serta mata onyxnya membuat
orang langsung jatuh cinta padanya. Anjing ini! aku menyukainya! Apakah ini untukku?
"Oh ini. Ini
hadiah untukmu Cloe. Mulai sekarang dia yang
menemanimu di rumah. Anggap saja dia temanmu"
"Woahh terima kasih Dad. Aku senang sekali" pekikku
kegirangan sambil mengelus lembut anjing ini ternyata dia jinak sekali. Aku
menyadari tatapan anjing ini tidak lepas-lepas dariku. Menyadari tatapannya
yang seintens ini membuatku salah tingkah.
"Ah-hahaha ayo
kita masuk Dad! Sini kubantu bawa barangmu" Senyum gadis itu merekah saat
anjingnya menangkap bola yang dilempar dan sesekali dia menertawakannya. Sang
Ayah tersenyum penuh arti melihat anaknya dan Grey -nama anjingnya- bermain
dengan akrab.
"Hai Dad"
Cloe mendatangi Ayahnya sedang duduk membaca koran. Mr. Allison hanya tersenyum
kecil melihat anaknya ngos-ngosan, kelelahan
bermain dengan Grey. Cloe langsung bergabung dengan
Ayahnya duduk di gazebo. Bukan hanya Cloe, anjingnya pun ikut duduk bersama mereka.
"Bagaimana? Apakah kau menyukai
Grey?" Cloe mengangguk semangat menjawabnya "Sangat dad. Aku sangat menyukainya. Terima kasih! Aku berjanji
akan selalu menjaga dan merawatnya". Sang anjing
langsung menggonggong seolah-olah mengerti apa yang mereka bicarakan. Obrolan mereka terus berlanjut ketika Cloe
menceritakan bagaimana dia bisa pulang cepat karena dosen
yang membuatnya “badmood” untuk
mengikuti mata kuliah selanjutnya. Setelah puas
menceritakan kronologi di kampusnya, Cloe terdiam sejenak.
"Dad, sudah lama sekali
Mom meninggalkan kita. Aku sangat merindukannya" wajahnya yang tadi
bersemangat sekarang menjadi murung.
"Daddy juga sweetheart.
Yakinlah, Mommy sudah tenang di tempat yang jauh dan indah di sana" Cloe
mengangguk pelan, senyum tipis terukir di wajah
cantiknya. Mr. Allison menarik Cloe ke dalam pelukannya,
menyalurkan semangat agar tidak larut dalam kesedihan yang membuatnya semakin
murung. Dia ingin anaknya kembali menjadi Cloe yang ceria, berani dan tangguh.
Tak terasa matahari mulai condong ke barat, senjapun mulai
menghampiri. Cloe memutuskan untuk naik ke kamar bersama anjingnya membersihkan
diri. Sampai di kamar, ia memperingatkan anjingnya agar tidak membuat ulah
selama dia mandi "Kau tunggu di sini, aku mandi sebentar. Jangan mengubrak-abrik
kamarku. Mengerti?"
GUK GUKK
"Good" Cloe mengelus pelan
anjingnya lalu masuk ke kamar mandi. Tidak lama kemudian terdengar suara shower
dinyalakan. Selama tujuh menit membersihkan diri akhirnya Cloe keluar juga dari
kamar mandi dengan balutan handuk putih 10 cm di atas lututnya. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh kamar.
Tetap rapi dan bersih seperti semula. Grey yang
melihat Cloe memakai handuk seminim itu menunduk malu. Cloe menatapnya bingung
lalu mendekatinya "Kenapa kau terlihat gelisah? Apa kau lapar" Dia
mengerutkan dahi melihat Grey tidak meresponnya sama sekali. Ia kembali membuka
lemari mencari piyama untuk dikenakan. Handuk putih itu pun sudah melucut dari
tubuhnya berganti dengan piyama
merah marun yang sangat pas di kulit putihnya. Grey hanya memalingkan wajahnya
tidak berani menatap Cloe berganti pakaian. Aneh sekali anjing ini batin Cloe.
Bagaimana bisa Grey memiliki rasa malu saat gadis berganti pakaian di depannya. Padahal dia hanya seekor anjing bukan
manusia, jadi mana mungkin punya rasa malu. Selesai
berpakaian Cloe merebahkan diri di kasur king sizenya sebentar.
Merasa aneh dengan anjing ini yang tidak mau menatapnya
sedikitpun ia memutuskan mengajak Grey turun ke bawah untuk makan malam.
Mungkin Grey lapar pikirnya. Namun setelah menuangkan makanan pada mangkuk, Grey hanya menatapnya
tanpa menyentuh sedikitpun. Cloe mendengus kesal pada
anjingnya "Kau ini ada apa sebenarnya? Marah padaku huh? Sayangnya kau ini
anjing tidak bisa berbicara" Lalu mengajak anjingnya kembali ke atas.
Cloe menatap jam
dinding kamarnya ternyata sudah pukul 10.35 p.m. lalu memejamkan mata namun
rasa kantuk itu tak kunjung datang. Dia terus mencoba akhirnya rasa kantuk itu
muncul, idak lupa dia mengucapkan selamat malam pada anjingnya "Good Night
Grey"
Good night too...mate
Samar-sama Cloe
mendengar suara berat berbisik di telinganya. Dia hanya tersenyum dalam
tidurnya walapun dia tidak tahu apakah bisikan itu benar-benar nyata atau
sekedar halusinasi. Tidak terasa matahari pagi sudah mulai
menyambut seisi bumi. Cloe membuka mata dan melihat Grey masih tertidur di
sampingnya dengan melingkarkan tubuhnya di perut Cloe. Dengan
arwah yang masih tertinggal di alam mimpi, Cloe mengucek matanya lalu bangkit
dari kasur untuk pergi ke kamar mandi. Selesai bersiap-siap ia dan Grey turun
ke bawah untuk sarapan. Cloe tersenyum riang menatap makanan sudah tersedia di
atas meja. "Seharusnya yang membuat makanan ini aku, bukan Daddy"
ucap Cloe.
Mr. Allison
tersenyum menatap putrinya sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan tangguh
seperti ibunya walapun sedikit... boyish. Cloe langsung duduk di kursi kemudian
menyantap omelet buatan Ayahnya. "Woaahh ini
sangat enak Dad!" ujar Cloe sambil mengacungkan kedua jempolnya pada Mr.
Allison yang sedang memberi makan Grey. Mr. Allison tersenyum bangga melihat
anaknya melahap habis omelet buatannya. "Dad aku berangkat dulu" ucap Cloe setelah meneguk minumannya.
"Hati-hati di
jalan My Little Princess. Belajar yang benar"
Cloe mengangguk membalas ucapan Ayahnya lalu
menepuk pelan kepala Grey. Seperti biasa, dalam perjalanan dia selalu menyumpal
telinga dengan headset. Lagu yang didengarkannya sekarang adalah Up by Olly
Murs ft Demi Lovato. Beberapa menit kemudian akhirnya
Cloe sampai juga di kampus kemudian masuk ke kelas untuk mengikuti pelajaran.
Dia mempunyai
salah satu teman dekat perempuan di kelas ini. Walaupun tidak sedekat dirinya
dengan Ethan. Tapi dia yakin Jane Audrey adalah orang yang baik terlihat dari
caranya berbicara, sangat lembut. Wajahnya yang cantik serta tubuhnya yang
indah walapun tidak setinggi Cloe. Jane juga
selalu mengenakan rok ke kampus, benar-benar gadis feminim. Tak heran banyak
pria yang mendekati Jane, anehnya ia selalu merespon para pria itu walaupun
tidak pernah menunjukkan rasa sukanya. Cloe pikir Jane masih belum menemukan
pria yang tepat. Berbanding terbalik dengan dirinya yang selalu menggunakan
celana. Sebenarnya Cloe tidak kalah cantik bahkan bisa dibilang lebih cantik dari Jane. Mata birunya yang
teduh, rambut coklat yang indah, bibir merahnya, kulit seputih susu, serta body
shapenya. Bisa dibilang Jane masih satu tingkat di bawahnya. Namun semuanya itu
tertutup dengan pakaian tomboy yang dikenakannya sehari-hari.
"Materi kita cukup sampai disini.
Selamat siang"
"Siang pak" jawab
mahasiswa-mahasiswi di ruangan ini serempak. Cloe memasukkan bukunya ke dalam
tas, kemudian menoleh ke arah Jane yang sedang duduk bersama Alexa, perempuan
genit kampus ini. Sesekali Jane tersenyum aneh
mendengar Alexa bercerita dengan asyiknya. Topik apa lagi yang di bahas Alexa
kalau bukan "p r i a". Melihat Jane yang sedikit risih Cloe
memutuskan untuk mengajaknya ke kantin sekaligus menghindari pembicaraan dari mulut cabai Alexa, "Jane aku ke kantin
dulu, mau ikut?"
"Ya! Kebetulan
aku lapar sekali. Alexa aku tinggal dulu ya, bye!"
Jane langsung lari terbirit-birit menjauhi
perempuan bermulut cabai ini untuk mendatangi Cloe, "Terima kasih banyak teman, aku tidak tahu bagaimana jadinya
jika kau tidak membawaku pergi dari Alexa" ucap Jane sambil menghela napas
berat. Cloe hanya tertawa kecil merespon ucapan Jane. Saat berjalan tiba-tiba
saja ada seseorang mendorong Jane sampai tersungkur di lantai "Aaww"
Jane meringis kesakitan, Cloe langsung membantunya berdiri namun ada tangan
yang menariknya untung saja dia masih bisa jaga keseimbangan.
"Kau! Dasar
wanita penggoda! Jalang! Jangan pernah menyentuh kekasihku!" teriak wanita
ini pada Jane. Cloe hanya menatap mereka bingung dengan semua ini, "Aku
tidak pernah menggodanya. Kekasihmu duluan yang mendekatik-"
PLLAAKKK!!
"Aaahhh!!"
teriak Jane kesakitan. Sialan berani-beraninya wanita ini menampar temanku
pikir Cloe. Dia segera mendatangi wanita kurang ajar itu namun tangannya
langsung ditahan oleh tiga orang lainnya. Mungkin mereka temannya wanita yang
menampar Jane, "Kalian, cepat lepaskan
tanganku sekarang juga. Kalian cari mati saja"
"Hahaha
tidak akan. Sebelum wanita jalang itu mengaku kesalahannya. Mati? Kalian dengar
teman-teman? Mati? Haha! Lagipula mana mungkin kau bisa melawan
kami. Kau kalah jumlah" Cloe mendecak kesal dengan
wajah dinginnya memandang rendah mereka.
BUUK
BUUK
KRAAKK
Dengan tidak sabaran
Cloe memutar pergelangan tangan mereka sampai mengeluarkan suara gesekan dari
sendinya. Lalu menendangnya satu per satu.
Yang satu sudah pingsan dan dua orang yang lainnya masih dalam cekikan Cloe.
Cloe langsung mengehempas mereka ke dinding, menghantamnya berkali-kali.
Selesai dengan tiga orang ini dia mendatangi wanita yang menampar Jane tadi. Ia
mendorong kasar tubuh wanita itu hingga terhimpit dinding, tak
tanggung-tanggung ia juga meninju wanita ini sampai pingsan.
Jane bergidik ngeri melihat temannya berubah menjadi seganas
ini. Cloe menepuk tangannya setelah membuat tontonan gratis di kampus ini.
Diapun baru menyadari bahwa adegannya sudah ditonton
puluhan mereka. Ada yang menatap
Cloe takjub, takut, miris, dan sebagainya. Cloe tidak mempedulikan
mereka yang dia pedulikan hanya temannya yang sudah dihujat dan ditampar habis-habisan oleh wanita kurang ajar
tadi. Cloe menglurkan tangannya pada Jane. Lalu mereka meninggalkan tempat ini
untuk pergi ke ruang kesehatan. Dia memutuskan untuk mengobati luka Jane dulu
sebelum ke kantin.
Setelah sampai di
ruang kesehatan, Cloe mendudukan Jane di kasur lalu mengambil kotak P3K. Jane
meringis ketika Cloe menempelkan kapas rivanol
pada pipinya yang mengeluarkan sedikit darah akibat
tamparan keras tadi, selesai membersihkan luka Cloe menyuruh Jane beristirahat
sebentar sebelum melontarkan pertanyaannya. 10 menit telah berlalu, Cloe pun
mulai mengintimidasi Jane.
"Siapa wanita
itu? Kenapa dia menamparmu?" Akhirnya pertanyaan yang membuat mulutnya
gatal itu keluar juga.
"Dia adalah
kekasih pria yang mendekatiku. Percayalah Cloe, aku tidak pernah mengambil
kekasih orang lain. Dia hanya salah sangka" wajah Jane langsung memelas.
"Kalian sama-sama salah. Kau yang terlalu
merespon kekasihnya sampai-sampai pria itu salah tanggap. Lain kali jangan pernah merespon pria
berlebihan terlebih pria yang sudah memiliki kekasih"
SKAK MAT.
Ucapan Cloe membuat hatinya terasa ditusuk
beribu ribu jarum, lontaran dari mulut tajamnya membuat Jane tertunduk
menyesal. Cloe tidak peduli apakah perkataannya menyakiti orang bahkan temannya
sendiri selama yang dikatannya itu benar. Karena ia tidak mau orang didekatnya menjadi orang yang buruk
dalam tingkah laku. Apalagi masalah perasaan. Ia tidak suka dengan Jane yang
suka menggantungi hubungannya dengan pria lain atau bisa dikatakan pemberi
harapan orang. Memang wajahnya cantik, pria mana yang tidak mau dekat
dengannya? Tapi inilah kekurangan Jane yang paling Cloe tidak sukai.
Namun Jane bersyukur
mempunyai teman seperti Cloe yang jujur dan apa adanya walaupun dengan kalimat
tajamnya. Dia tetap menyayangi Cloe.
"Baiklah aku akan membeli makanan di kantin. Kau tunggu di
sini" senyum Cloe padanya. Jane hanya mengangguk membalas ucapannya.
Selama menunggu pesanannya di kantin, dia
dikejutkan oleh orang yang duduk di sebelahnya. Siapa lagi kalau bukan Ethan
"Cloe, kudengar
kau membuat empat orang pingsan sekaligus di koridor"
Ethan merasa takjub
dengan temannya. Memiliki wajah yang cantik namun boyish ini bisa berubah
menjadi ganas ketika orang mengganggunya. Cloe
hanya menyengir mendengar ucapan temannya.
"Apakah Ayahmu
sudah pulang? Sudah lama aku tidak bertemu dengannya"
"Ya, Daddy
baru saja pulang kemarin. Kau mau ke rumahku?" tanya Cloe to the point
"Hahaha kau bisa saja.
Iya, bolehkah?"
"Boleh, lagipula kau sudah jarang bermain-main ke rumahku. Oh
ya, aku juga sudah punya teman baru di rumah" Cloe tersenyum padanya.
"Benarkah?
Laki-laki atau perempuan?"
"Laki-laki"
"Apa?! kau tidak
boleh tinggal bersama laki-laki! Ingat kau perempuan! Bisa-bisa kau di-"
PLETAK!!
"Hilangkan
pikiran mesummu. Dia itu anjingku. Makanya
jangan dengarkan dulu, aku masih belum selesai berbicara"
bibirnya mengerucut kesal.
"Maaf mengganggu, ini pesanan anda Nona"
Cloe mengangguk pelan. Lalu menatap Ethan sebentar, "Baiklah, kau jam
berapa ke rumahku?"
"Pulang kuliah.
Kau ikut aku saja, tidak perlu berjalan kaki. Kutunggu di parkiran"
"Huh baiklah.
Aku pergi dulu bye Ethan"
"Bye. Kutunggu Cloe!"
Cloe membalasnya dengan senyuman lalu pergi ke ruang
kesehatan dan Jane masih menunggunya di situ. Setelah sampai ia langsung
memberikan makanan pada Jane, "Terima kasih Cloe" ia mengangguk
tersenyum mebalas ucapan Jane. Selesai makan mereka kembali ke kelas melanjutkan
mata kuliah.
"Oke oke aku segera ke
sana. Ya, tunggu saja. YAAA INI AKU LAGI MENUJU PARKIRAN" teriak Cloe
menggelegar di kampus ini. Ia mendengus kesal
mendengar Ethan menelponnya tidak sabaran. Ia sedikit
lambat hari ini karena berurusan dengan dosen yang melihat pertengkarannya tadi. Bahkan dia sudah mendapatkan surat
teguran pertama.
Terlihat mobil sport putih dan
manusia basburd itu di dalamnya, cepat-cepat ia masuk ke dalam mobil itu
kemudian pergi menuju rumahnya yang kurang lebih dua menit untuk sampai ke
sana.
TOK TOK TOK
"Daddy apa kau
di dalam?"
Pintupun
langsung terbuka. Mr. Allison mempersilakan mereka masuk. Tidak lupa Grey menyambut
sambil menjilat Cloe. Mereka berkumpul di ruang
tamu sambil bercengkrama satu sama lain.
"Kau mau minum
apa? Akan aku buatkan"
"Apa saja" Jawab Ethan
tersenyum.
Cloe langsung pergi ke
dapur untuk membuat minuman. Dia tersenyum kecil melihat Ayahnya dan Ethan
ngobrol dengan akrab. Tetapi ada yang aneh dengan Grey. Mengapa Ia terlihat...
marah? Sesekali ia menggonggong ganas ke arah Ethan. Ada apa denganmu Grey?
Gumam Cloe.
CHAPTER 3 NEW
CLASSMATE
Aku meletakkan minuman ini di
atas meja lalu meninggalkan mereka sementara, pergi ke kamar
mandi mengingat tubuhku yang sangat gerah setelah menghajar wanita-wanita gila tadi.
Setelah sampai
kamar aku langsung membanting diri di kasur “king
size” ini sebentar. Namun, ada sesuatu yang
mengganjal di perutku. Aku meraba-raba benda ini dan ternyata... Grey. Ah
anjing ini, kupikir ada apa ck. Kuelus pelan rambutnya yang lebat dan nampaknya
Grey terlihat senang. Tanpa kusadari anjing
ini selalu menatapku dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan. Anehnya
jantungku bedetak dengan cepat saat mata kami bertemu satu sama lain.
"E-ehm" seruku untuk
mencairkan suasana, "A-aku mandi dulu"
Aku langsung beranjak dari kasur, pergi ke kamar
mandi. Semua pakaian sudah kulepas, air dari
shower mengalir di tubuhku dari
ujung rambut sampai ujung kaki, aku berharap semua pikiran aneh langsung hilang
saat ini juga.
Selesai mandi aku mengeringkan
rambut sebentar dengan ”hairdrayer”. Beberapa
menit kemudian rambut ini lumayan kering, lalu menekan tombol “off”,
tidak lupa menyisirnya agar lebih rapi.
Selesai dengan urusan rambut, aku membuka lemari pakaian mengambil “hotpants”
dan baju kaos kebesaran. Oke, aku turun sekarang.
GUK GUK
GUKK
RRRR!!!!
Baru saja aku menyentuh knop pintu, Grey
menggonggong dengan ganasnya. Aku menggigit bibir bawahku kemudian
berbalik. Dia terlihat rrr sangat marah... bahkan sampai turun dari kasurku dan
berlari menuju pintu kamar. Sepertinya dia melarangku turun, tapi kenapa?
"Ada apa Grey? Kenapa kau
melarangku turun? Aku tidak enak dengan Ethan sudah menunggu lama" kataku
tetap bersikukuh ingin membuka pintu, membuat Grey semakin menyalak marah.
Mataku terbelalak lebar saat anjing ini mendekatiku
dengan perlahan, terpaksa aku mundur beberapa langkah hingga tersandung dan
jatuh ke ranjang. Aku sangat ketakutan melihatnya seperti ingin memakanku
hidup-hidup. Ia tetap melangkahkan kakinya bahkan sampai naik ke ranjang dengan
seringaiannya yang mengerikan. Cukup, aku tidak berani berani menatap wajahnya
yang memperlihatkan taring-taring tajam
itu... tidak terasa air mataku sudah
mengalir.
Apa salahku? Aku
hanya ingin turun menemui Ethan dan dia melarangnya?! Ada sesuatu yang lembut
dan basah menyentuh pipiku. Ternyata Grey, dia menjilat pipiku dengan lembut
dan sangat hati-hati. Aku sangat bersyukur anjing
ini tidak menggigitku, padahal dia sangat marah tadi. Cepat-cepat aku mengusap
air mata ini lalu pergi menuju pintu kamar, anehnya Grey tidak marah seperti
tadi. Aku melihatnya sebentar, tatapannya yang nanar membuatku merasa bersalah,
tapi untuk apa aku merasa bersalah padahal dia yang sudah membuatku ketakutan
setengah mati. Aku memalingkan wajahku kemudian keluar dari kamar ini.
Baru saja aku bergabung dengan mereka, Ethan sudah
bersiap-siap pulang. Aku menghela napas panjang sambil mengumpati Grey karena
dialah yang membuat Ethan menunggu lama.
"Maafkan aku Eth, tadi ada sedikit masalah dengan
anjingku" jujur, aku merasa tidak nyaman dengan Ethan sekarang. Untuk
kedua kalinya aku menyalahkan anjing itu lagi. "Tidak apa-apa, lagipula
ini sudah malam. Keluargaku pasti menunggu di rumah" jawabnya tersenyum.
Ethan... bagaimana kau masih bisa tersenyum setelah membuatmu tidak nyaman di
rumah ini. Andai saja aku jatuh cinta padamu, sayangnya... aku tidak bisa.
Wanita beruntunglah yang bisa mendapatkan pria sebaik dirimu Eth.
"Mr. Allison, Cloe, aku pulang
dulu" Ethan melempar senyum simpul pada dad.
"Ya
hati-hati di jalan. Jangan sungkan main ke rumah ini, berkunjunglah lain
kali" jawab Dad sambil mengarahkan dagunya ke arah
pintu, memeberi isyarat untuk mengantar Ethan sampai luar. Aku mengangguk
mengerti maksud Dad. Kemudian mengantar Ethan sampai
depan. Ia langsung menuju mobilnya lalu masuk ke dalam. Ethan mulai menjalankan
mobil “sport”nya lalu
berhenti di depan ku sebentar, membuka kaca mobilnya, "Cloe, aku pulang
ya, bye
"Ya, hati-hati Ethan,
berkunjunglah lagi ke sini"
"Sebenarnya aku sangat
ingin berkunjung ke sini lagi, tapi anjingmu..." jawabnya sambil tertawa
kecil. Aku menatapnya dengan tatapan bersalah namun ia selalu melemparkan
senyum itu membuatku harus tersenyum kembali
walaupun terpaksa.
TIN TINN
Ethan
mengejutkanku dengan suara klaksonnya, "Hei
hei jangan melamun, mukamu jelek sekali hahaha" oke, aku kedapatan lagi
melamun di depannya, Ah! Sial! baru saja ingin membalas ucapannya dia langsung
menancap gas menjauh dari sini. Huh. Tunggu saja hadiahnya besok Ethan! Aku
melipat tangan di depan dada
sambil menghentakkan kaki, kembali ke rumah.
Cahaya matahari
masuk melalui celah-celah “woodblind”
dan menyinari seluruh ruangan bercat putih yang
berada di lantai dua. Aku mengerjapkan mataku perlahan sebelum akhirnya membuka
kedua mataku. Aku langsung mengambil handuk pergi ke kamar mandi dan mulai
menghidupkan shower. Selama sepuluh menit aku keluar dari kamar mandi berbalut
handuk dan aku baru menyadari tidak melihat Grey dari tadi. Ke mana dia?
"GREYY"
seruku namun dia tak kunjung datang, aku memanggilnya sekali lagi "GREYY
KAU DI- Oh di situ kau rupanya. Kenapa
tidak masuk huh?" Aku mendecak sambil berkacak pinggang menatap Grey tajam
di balik pintu kamar. Kau sukses membuatku khawatir! Sepertinya dia tidak mau
masuk. Ya sudah biarkan saja. Aku langsung
berbalik menuju lemari pakaian, mengambil denim
dan jeans lalu memakaikannya, tidak lupa mengikat rambutku dengan asal, juga memoleleskan bedak tipis serta “lipgloss
cherry” karena bibirku yang mudah kering. Well,
jadi wanita memang merepotkan. Tunggu dulu, jam berapa sekarang? Tidak biasanya
pagi-pagi begini mataharinya terang benderang... W-what?! J-jam 8.00 am,
sialan aku terlambat. Cepat-cepat aku mengambil tas dan berlari dari kamar ini.
Daddy mengernyit kebingungan melihatku saat memasang sepatu seperti orang
kesetanan, "Kenapa terburu-buru sekali? Tidak sarapan dulu?"
"Aku lupa ada
jam pagi Dad. Aku tidak sarapan, aku harus
cepat bergegas. Okay, aku berangkat dulu. Bye, Daddy!"
Aku melambaikan tangan ke arahnya
kemudian berangkat menggunakan mobil kesayanganku, aku tidak punya pilihan lain
lagi untuk cepat sampai sana. Mobil ini
terus melaju tanpa mempedulikan kendaraan lain yang terus mengklakson. Yang
kupikirkan adalah harus cepat sampai sebelum dosen itu mengamuk.
Thanks God, akhirnya
sampai juga. Hei, aku baru melihat mobil sport ini. Apakah ada mahasiswa baru? Atau
salah satu dari kami menggantinya dengan yang baru? Dan sepertinya mobil ini
sangat... hm mahal. Cukup. Fokuskan dirimu Cloe, kau harus cepat ke kelas.
Dengan terburu-buru aku membuka pintu mobil ini
BUKK!
Karena terlalu terburu-buru tanpa sadar aku membuka
pintu mobil ini dengan kencang sampai mengenai mobil mahal itu. Ugh habislah
dirimu Cloe. Kau berhasil membuat mobil itu lecet dengan cantiknya.
Aku menggigit bibir bawahku sambil menelan saliva dengan susah payah. Cepat-cepat
aku lari dari sini sebelum ada yang melihatnya. Setelah sampai di depan kelas
aku lihat pintu kelasnya tertutup. Tamatlah riwayatku, dosen itu pasti sudah
masuk. Aku menghela napas panjang membelakangi pintu ini. Berjalan dengan
gontai menuju cafetaria, karena di sanalah tempatku membuang stress dengan
makanan yang luar biasa. Fleur
burger tiga porsi, ice cream vanilla dua, umm minumannya lemon
tea dua. Well, itu saja"
"Pelayan
itu sempat terperangah dengan pesananku kemudian mengangguk pelan, mendatangi
pelanggan yang lain untuk mencatat pesanan. Beginilah aku, jika sedang kesal
akan kulampiaskan dengan makanan. Tidak peduli apakah beratku bertambah yang
penting moodku kembali membaik. Aku berbeda dengan kebanyakan perempuan menahan
lapar mati-matian untuk menjaga berat badannya. Ck, kupikir mereka cukup bodoh.
Sambil menunggu pesanan, aku mengeluarkan headset dan iPod dari tas kemudian
memutar lagu “I'm only me when I'm with You by Taylor
Swift.”
Just a small town boy and girl
livin' in a crazy world.
Tryin' to figure out what is and
isn't true.
And I don't try to hide my tears.
The secrets or my deepest fears.
Through it all nobody gets me
like you do.
And you know everything about me.
You say that you can't live
without me.
Lagu ini berdurasi 3:35 menit. Saat itu pula
pelayan cafeteria datang dengan nampan di tangannya. Yep pesananku sudah
datang. Aku menyerahkan beberapa lembar uang saat kertas tagihan ditunjukkan padaku. Pelayan itupun
bergegas kembali ke kasir memberikan uang tersebut. Aku menatap makanan ini
dengan sumringah, tunggu apa lagi? Aku langsung melahapnya seperti orang
kelaparan, tidak makan berbulan-bulan. Tidak peduli dengan tatapan orang yang menatapku dengan kaget, aneh,
bahkan miris. Mereka yang menatapku miris mungkin mengira aku tidak makan
bertahun-tahun.
"Hahh hhah"
makan saja sampai membuatku ngos-ngosan karena kekenyangan. Makanan di
piring-piring ini sudah bersih dan gelas minuman tidak meninggalkan setetes
airpun. Senyumku yang tadi
hilang kini sudah kembali
sempurna. Makanan memang obat paling ampuh bagiku, apapun jenis penyakitnya.
Masih banyak waktu tersisa. Well,
aku pergi ke perpustakaan saja, membaca? Big no. Lebih baik aku tidur daripada
membaca buku-buku pelajaran yang membosankan.
Akhirnya sampai
juga di perpustakaan ini. Pandanganku
mengedar ke seluruh ruangan. Mataku terpaku pada kursi dan meja kosong di pojok
sana, lebih baik aku tidur di situ saja. Saat berjalan tiba-tiba
saja aku terjatuh, ternyata ada kaki sialan sedang terjulur dengan indahnya di
depanku. Hah lututku sakit sekali. Siapa yang lancang sekali memajang kakinya
di tengah jalan ck?! Aku mengikuti arah kaki ini. Kulihat dia tidur di
sela-sela lemari dengan wajah tertutup buku. Oh sialan,
laki-laki ini masih bisa tidur dengan nyenyak setelah membuatku jatuh sekaligus
malu. Ingin sekali aku menonjok wajahnya mengingat surat peringatan yang sudah
kudapat membuatku membatalkan rencana itu. Aku berjalan tertatih-tatih menuju
bangku di sebelah lemari buku ini, kemudian tidur dengan lelap.
Satu setengah jam lamanya aku tertidur. Nyawaku masih
belum kembali sepenuhnya, sesekali aku menguap dan mengucek pelan mataku.
Sekilas aku melihat laki-laki itu masih tidur dengan posisi berubah dari sebelumnya. Kenapa tidurnya
lama sekali? Apakah dia mati? Pikiran tak karuan memenuhi kepalaku. Aku
penasaran sekali dengan wajah laki-laki ini, ah lebih baik langsung cek saja.
Kakiku melangkah dengan perlahan agar laki-laki ini tidak terbangun. Kuperhatikan,
tubuhnya bagus juga. Tubuh tinggi dan atletis, dari luar saja sudah bisa
kutebak dia pasti memiliki otot perut yang indah, terlihat dari tangan kokohnya
terlipat di depan dada. Aku mendekati tubuh ini dengan sangat hati-hati.
Perlahan aku mengangkat bukunya, bibir tebalnya mulai terlihat. Kuangkat lagi
buku ini sampai wajahnya terlihat sepenuhnya.
Tampan... tidak,
sangat tampan.
Pandanganku
tidak bisa lepas darinya. Wajahnya memperlihatkan lekukan-lekukan indah
membuatku terpana akan ketampanannya yang luar biasa. Bibir dan alis yang
tebal, rahang kokoh, hidung
mancung, dan kedua mata itu
terpejam dengan tenang. Perempuan mana yang tidak bisa melepaskan
pandangannya dari laki-laki setampan dirinya. Namun aku sadar akan satu hal... sejak kapan kedua mata itu
terbuka?!
"Sudah puas
melihat wajahku nona?" mataku terbelalak lebar, kaget mendengar suara berat dan serak seseorang baru bangun
tidur... rrrr sexy. Serta wajah datar dengan tatapan matanya yang tajam
membuatku ingin pingsan sekarang juga. Sial, aku tidak boleh
terlihat gugup di depannya. Mengingat apa yang sudah dilakukannya padaku. Aku
langsung memalingkan wajah.
"Siapa yang
melihat wajahmu hah? Aku hanya ingin kau minta
maaf setelah membuatku jatuh sekaligus malu" kataku geram namun dengan
suara pelan. Dia hanya menatapku datar tanpa meresponapapun. Wow lancang sekali
pria batu ini. Baiklah, aku akan menunggunya sampai kata-kata maaf meluncur
langsung dari mulutnya.
Dua menit
Lima menit
Delapan menit
Aaarrgghh menyebalkan. Apakah dia
tidak bosan mendiami orang seperti ini? Berbeda
dengan mulutku yang sudah gatal ingin mengeluarkan sumpah serapah padanya. Oke
kalau ini yang kau cari pria gila.
Aku mengunci kedua tangannya walaupun sedikit kesulitan karena tangan ini lebih besar dan kokoh dari Ethan.
Kakinya kukunci dengan kakiku. Lalu membuang jarak yang membatasi tubuh kami.
Aku mendekatkan wajahku padanya. Menatapnya dengan tatapan menantang. Kedua mata
onyx itu membalasku dengan tatapan tajam, sangat... tajam. Membuatku sedikit
bergidik ngeri. Aku tidak akan kalah dengan tatapanmu itu batu!
"Cepat
minta maaf atau kau akan ku habisi di sini sekarang juga" aku berbisik
pelan di telinganya. Aroma maskulin
dari tubuh ini sempat membuatku lupa diri.
Untuk apa aku meminta maaf
padamu? Kau sendiri yang tidak melihat jalan" dari suaranya yang rendah
aku tau pria ini sedang kesal namun ditutupi dengan tampang cool itu. Cih
menjijikan.
"Baiklah kalau ini yang kau car-
Aahh" Sial! Badanku langsung menyentuh lantai. Badan besarnya sudah
berbalik di atasku. Tanganku tidak bisa bergerak sama sekali karena ia
menguncinya hanya dengan satu tangan. Kakiku juga dikunci olehnya. OH GOD pria ini
mengerikan.
"Kau ingin aku
minta maaf?" tanyanya sambil menatap lurus mataku. Aku mengangguk membalas
ucapannya "Ya, sekarang juga"
W-wait.
K-kenapa wajahnya
semakin dekat denganku dan sejak kapan tangannya berada di tengkukku?! Uh,
aku yakin wajahku seperti kepiting rebus sekarang. Aku tidak sanggup menatapnya
sedekat ini. Mataku terpejam saat terpaan nafas itu menyapu seluruh wajahku.
Namun ada yang aneh, tangan dan kakiku sudah bisa digerakkan serta... PRIA INI
MENINGGALKANKU! Bodoh. Dia berhasil mengerjaiku. Awas saja sampai aku
mendapatkanmu. Aarrghh!
Aku melirik jam
tangan hitamku. Ternyata sudah waktunya kelasku istirahat. Baru saja aku keluar
dari perpustakaan tiba-tiba ada tangan lembut menarikku. Huh Jane …..
"H-hei
pelan-pelan Jane" Dasar perempuan. Oh aku lupa, aku juga perempuan. Tapi
bisakah dia menarikku dengan santai? Jangan tergesa-gesa seperti ini. Memangnya
ada hantu? Orang gila? Perampok atau semacamnya?
Jane membawaku ke kelas. Dia
mendudukanku di kursi Alexa, teman sebangkunya. Ada yang aneh Jane, wajahnya
begitu berbinar seperti anak kecil yang baru dibelikan mainan kesukaan oleh
ibunya, "Cloe apakah kau
tau?" serunya.
"Mana kutahu.
Kau saja baru berbicara denganku" jawabku cuek. Ia mendengus kesal
mendengar jawabanku, "Huh kau ini. Aku lihat ada mahasiswa baru berjalan
di koridor-"
"Kenapa?
Tumben sekali kau ini"
CHAPTER 4 SAME
INJURIES
"Cloe
mengerjapkan matanya berkali-kali, mulutnya ternganga lebar. Apakah benar
mahasiswa baru itu pria yang di perpustakaan tadi? Pemilik mobil yang dibuatnya
lecet? Dia masih tidak percaya dengan semua ini. Mahasiswa baru itu hanya
memamerkan mata onyxnya yang dingin tidak lupa “smirk”
yang membius kaum hawa mana saja. Dosen sexy nan genit itu mempersilakannya
untuk memperkenalkan diri. Semua mahasiswi di kelas
ini memperhatikannya dengan semangat dan antusias kecuali Cloe yang sibuk
dengan pikirannya.
"Perkenalkan nama saya Aidan Steve, kalian bisa
memanggilku Aidan" Singkat, sangat singkat. Walaupun perkenalan ini tidak
berlangsung lama, semua mahasiswi di sini sedikit puas karena sudah tahu nama
pria tersebut. Aidan langsung mencari tempat duduk. Tatapannya terpaku pada
kursi kosong di sebelah wanita yang ditemuinya di perpustakaan tadi lalu
berjalan ke arahnya. Aidan sedikit menangkap gumaman wanita itu, "Cih apa
hebatnya dia? Kalian semua bodoh, mudah terbius oleh
tampang sok cool-nya. Aku tak habis pikir dengan pria batu, payah"
"Hhh benarkah
nona?" Aidan berbisik tepat di telinga Cloe dengan penuh penekanan.
Jantung Cloe ingin lepas saat itu juga mendengar suara berat namun terkesan
dingin. Bisa dibilang ingin mati,
karena Aidan duduk di sampingnya sekarang. Otaknya tidak bisa bekerja lagi,
tubuhnya benar-benar kaku, napasnya tercekat. Aidan melempar senyum miring pada
Cloe. Cloe diam mematung. Dia berusaha mengembalikan akal sehatnya dengan
mengeleng-geleng kepala sambil memejamkan mata. Setelah akal sehatnya kembali,
dia terlihat memikirkan sesuatu. Senyum
licik menghiasi wajah cantik Cloe dan akhirnya…..
"Alexa. Kau mau duduk di tempatku?" sekarang bukan
Cloe lagi yang terkejut, tapi Aidan. Wajah paniknya tertutup dengan ekspresi
dingin dan datar, "Sial, apakah aku harus duduk dengan wanita ular itu?
Lebih baik aku mati sekarang juga daripada duduk dengannya," gumam Aidan.
Aidan tidak mau duduk dengan Alexa, wanita genit yang terus menempelinya
seperti perangko selama istirahat. Dia berharap Alexa menolak tawaran Cloe
walaupun sangat mustahil. Oh Shit, Alexa mengangguk semangat. Pertanda buruk
bagi Aidan.
Aidan melirik
sekilas Cloe sedang membereskan barang-barangnya, saat Cloe berdiri dia
langsung menahan pergelangan tangan perempuan itu. Cloe menatap tangannya
bingung lalu mengerahkan pandangannya pada Aidan. Matanya seolah-olah bertanya
'Ada apa?' Aidan hanya diam, tidak mengeluarkan
sepatah katapun serta, cengkramannya pada tangan Cloe pun melonggar. Cloe
langsung menarik tangannya kemudian pergi ke tempat di mana Alexa duduk, saat
itu pula Alexa datang dengan bau parfum yang menyengat. Karena semenjak Aidan
datang, dia sudah menyemprot habis seluruh badannya dengan maksud menggoda
Aidan. Air wajah Aidan langsung berubah ketika Alexa duduk di sampingnya. Di
sisi lain, Cloe tersenyum senang setelah pindah ke sebelah Jane namun wajah
Jane sedikit merengut, "Kenapa tidak aku saja yang pindah ke
tempatmu?"
"Calm down sista,
aku yakin dia tidak menyukai Alexa. Makanya aku memintanya untuk duduk di
sebelah Aidan. Hitung-hitung... balas dendam" senyum licik merekah di
wajah cantik Cloe.
"Tapi-"
"Sstt dengarkan
dulu penjelasan dosen. Kita lanjutkan nanti ok?" Jane mengerucutkan
bibirnya kesal. Terpaksa dia kembali menghadap depan memperhatikan penjelasan
dosen karena percuma jika dia
berbicara tidak akan digubris Cloe. Sesekali Jane melirik Aidan, 'Beruntung
sekali Alexa, tapi aku percaya. Aidan menjadi milikku' batin Jane dengan
ambisius.
Cloe menghadap belakang sebentar
melihat keadaan Aidan, "Pppfftt" tiba-tiba saja tawanya ingin meledak
saat itu juga melihat Alexa bergelayut manja di tangan Aidan, Cloe tau Aidan risih dengan perlakuan Alexa, namun
wajah dingin dan datar itu menutupi segalanya.
---
"Mata mereka bertemu satu
sama lain. Aidan menatap Cloe dengan tajam namun sangat... dalam. Melihat manik
mata onyx Aidan membuat Cloe gugup, dia langsung memalingkan wajahnya. Tidak
ingin menatap mata itu lagi.
Waktu terus berjalan,
sampailah waktunya untuk istirahat. Saat itu pula sekumpulan mahasiswi datang
menggeromboli mahasiswa baru. Namun masih ada satu wanita normal, dia terlihat
kesal sambil mendecakkan lidah melihat sahabatnya lebih memilih pria itu
daripada menemaninya ke cafeteria. Siapa lagi kalau bukan Cloe, karena hanya
Cloelah perempuan yang tidak menyukai keberadaan Aidan.
Dia terlihat memikirkan sesuatu lalu merogoh saku
celananya mengeluarkan iPhone. Sepertinya Cloe menghubungi seseorang namun
tidak dijawab juga. Cloe langsung berlari keluar kelas menuju gedung A. Raut
wajahnya terlihat khawatir. Sekarang, kaki Cloe sudah berpijak di lantai gedung
A namun orang yang dicarinya tidak ada, "Permisi, apakah Ethan masuk hari
ini?" tanya Cloe pada salah
satu teman jurusan Ethan.
"Tidak, kabarnya dia
sakit." Cloe menunduk lesu setelah mendengar kabar tersebut. 'Tapi kenapa
Ethan tidak mengangkat teleponku? Apakah dia marah? Tuhan... Aku khawatir
padanya' batin Cloe.
"Oh...
baiklah terima kasih. Eh, tunggu dulu apa kau tahu alamat rumah Ethan?"
Orang itu mengernyit alis bingung, "Aku tidak tahu, dia tidak pernah
membeitahukan alamat rumahnya. Bukankah kau sahabat Ethan? Masa tidak tahu
alamat rumah sahabatmu sendiri," Wajah Cloe langsung berubah menjadi
murung. Dia merasa bukan sahabat yang baik, alamat rumah sahabatnya
saja tidak tahu. Jangankan alamat rumah, Ethan sakitpun baru dia ketahui.
Biasanya Ethan yang ceria selalu menyapa setiap pagi, menghapirinya setiap jam
istirahat, Cloe terbiasa menjalani hari-harinya seperti ini. Dan sekarang
terasa aneh tanpa kehadiran Ethan. Dia tidak tahu lagi bagaimana caranya
menemui Ethan. Teleponnya saja tidak diangkat-angkat.
Cloe memutuskan untuk pergi ke taman
kampus, menjernihkan pikirannya. Nafsu makannya pun sudah hilang ketika
mendengar sahabatnya sakit. Matanya menangkap seorang gadis sedang bermain
gitar bersama teman-temannya. Tiba-tiba saja ada rasa yang mendorongnya untuk
memainkan alat musik tersebut. Dia memperhatikan gadis itu bernyanyi dan
tertawa bersama temannya di bawah pohon rindang dan duduk di atas rerumputan
hijau.
"Permisi,
bolehkah aku meminjam gitarmu?" tanya Cloe sopan. Gadis itu terdiam
sebentar, ia tersenyum tipis lalu mengangguk mempersilakan Cloe memainkan
gitarnya. Dia langsung menyerahkan gitar
A/E Taylor 210-E Dreadnought pada Cloe. Cloe duduk di samping mereka, lalu
menyandarkan tubuhnya di batang pohon besar dan kokoh. Kedua matanya mulai
terpejam, jari-jarinya mulai memetik senar satu persatu membentuk sebuah
melodi. Lagu yang dimainkannya adalah “Wildest
Dream by Taylor Swift”. Tanpa sadar dia ikut menyanyikannya.
Gadis pemilik gitar tersebut serta temannya menatap Cloe dengan takjub.
"He said, "Let's get
out of this town,
"Drive out
of the city, away from the crowds."
"I thought heaven can't help me now.
"Nothing lasts forever, but
this is gonna take me down
"He's so tall and handsome as hell
"He's
so bad but he does it so well
"I can see the end as it
begins
"My one condition is
"Say you'll remember me
standing in a nice dress,
"Staring at the sunset, babe
"Red lips and rosy cheeks
"Say you'll see me again
"Permainannya
langsung terhenti. Lirik "He's so tall and handsome as hell, He's so bad
but he does it so well" mengingatkannya pada Aidan. Dia merutukki Aidan
yang tiba-tiba muncul di kepalanya dan
mengganggu permainannya. Dia juga menyalahkan Taylor Swift
yang membuat lirik seperti ini. Lamunannya buyar ketika Gadis itu memanggilnya,
"Kenapa berhenti? Permainanmu sangat luar biasa! Aku juga menyukai suara
alto-mu! Sangat pas di telinga. Kenapa tidak bergabung dengan band kampus?
Orang sepertimu tidak boleh disia-siakan!" Cloe
tersenyum kecil mendengarnya. Sebenarnya dia sangat menyukai
seni dan bisa memainkan beberapa alat musik lainnya. Namun ia malas memamerkan
kepada orang banyak. Dia menikmati seni hanya untuk kesenangan dan kepuasan
pribadi.
"Tidak apa-apa,
tiba-tiba saja aku memikirkan seseorang. Terima kasih sudah meminjamkan
gitarmu. Aku permisi" Cloe berdiri, beranjak pergi dari sini, "H-Hei!
Siapa namamu?!" gadis itu memanggil
Cloe dengan sedikit berteriak. Cloe menoleh ke belakang lalu tersenyum simpul "CLOE" teriaknya. Gadis
itu mengangguk senang, Cloe membelakangi mereka lalu kembali
berjalan menuju kelas mencari Jane. Namun sebelum ke kelas ia pergi ke toilet
untuk kebutuhan biologisnya. Toilet yang ia tempati sangat sepi, tidak ada
orang satupun di sini kecuali dirinya. Karena toilet ini jauh dari gedung
kampus, lagi pula toilet di kampus ini banyak, tidak hanya
ini. Ada perasaan lega setelah ia menyelesaikan kebutuhan biologisnya.
BRRAAKKK!!
Baru saja dia
membuka pintu toilet dia mendengar suara pintu luar toilet tertutup dengan
keras.
Sepertinya ada orang baru masuk
dengan membanting kasar pintu. Bulu kuduknya berdiri, pikirannya sudah mengarah
ke hal-hal lain. Tapi, rasa takut yang menyelimutinya kalah dengan rasa penasarannya. Dia membuka
pintu dengan perlahan, pintu itupun terbuka setengah. Tubuh orang itu terlihat
separuh. Dilihat dari tangannya yang kekar dan tubuh yang tinggi, pasti Pria
pikirnya. Saat Cloe ingin membuka pintu sepenuhnya, kaki jenjang itu menginjak
genangan air bercampur sabun, karena toilet ini baru saja dibersihkan. Sialnya
dia tidak bisa menjaga keseimbangan dan ………
BBUUKK!!
"Aahh
shit!" Cloe reflex mengeluarkan kata-kata yang sebenarnya tidak boleh
diucapkan. Bokongnya sukses mencium lantai dengan gerakan sempurna
dan secara tidak sengaja, pintu toilet langsung terbuka karena kakinya yang
panjang mendorong pintu. Cloe meringis lalu menggigit bibir
bawahnya menahan rasa sakit. Namun rasa sakit itu mereda saat mendengar derap
langkah orang yang masuk toilet tadi. Suara itu semakin dekat, dia langsung
berdiri kemudian berlari tergesa-gesa menuju
pintu luar toilet wanita dan tidak sengaja dia menabrak
dada bidang pria itu, tanpa melihatnya sedikitpun. Baru saja dia membuka pintu,
ada tangan yang menutup pintu itu kembali. Mulutnya menganga lebar, matanya
membulat sempurna. Kesal, marah, geram, takut, semuanya menjadi satu. Dengan
berani dia berbalik menghadap pria yang melarangnya keluar. Dia membalikan
badannya dengan perlahan dan melihat siapa sebenarnya pria itu. Cloe merasakan
kakinya lemah seperti tak bertulang
melihat pria ini.
"A-AI-DAN!!
K-KENAPA K-KAU MPPFFTTT!!!" Aidan langsung membungkam mulut Cloe dengan
tangannya. Dia tidak mau wanita-wanita itu mendengar teriakan Cloe. Mereka
pasti mengejar Aidan dan memeluknya
tanpa ampun. Aidan rasa lama-lama dia menjadi fobia dengan perempuan. Cloe
terus memukul dadanya tanpa henti, sesekali menarik tangan Aidan untuk
melepaskan bungkamannya. Merasa tidak direspon, Cloe langsung menggigit tangan
Aidan dengan keras.
"Argh! Kau!"
Aidan langsung melepaskan tangannya, wajahnya berubah menjadi marah "Makan
apa dia gigitannya bisa sekuat ini" batin Aidan. Cloe tidak akan
menyia-nyiakan kesempatan ini, dia
langsung kabur dari toilet. Namun, lagi-lagi usahanya gagal. Aidan menahan
pintu itu dengan satu tangan dan langsung mendorong Cloe ke dinding. Dia
mendekatkan tubuhnya pada Cloe. Wajahnya benar-benar geram sekarang,
"Jangan buka pintu itu sebelum…………."
"Hei apa
kau dengar suara Aidan!?
"Ya! Aku mendengarnya di
sekitar sini!
Aku yakin dia ada di sekitar sini!
Hah! Aku harus menyerahkan surat ini padanya! Sebelum yang lain menyerahkannya!
Sorot mata Aidan
berubah menjadi tajam, sangat tajam. Tatapan itu ditujukannya pada Cloe yang
berusaha melepaskan diri, "Kau dengar?
Mereka semua mencariku. Aku tidak mau bertemu mereka. Jangan
buka pintu itu sebelum mereka pergi. M-e-n-g-e-r-t-i?" Aidan berbisik
tepat di telinga Cloe, lalu menghela napas tepat di tengkuknya. Mata Cloe
terbelalak merasakan terpaan napas menyapu permukaan kulitnya. Bulu remangnya berdiri
merasakan hangatnya napas Aidan. Cloe mengangguk kaku menjawab pertanyaan Aidan
tanpa menatapnya sedikitpun. Baru kali ini seorang pria sukses membuatnya tak
berkutik sama sekali dan membuat
jantungnya berdetak dengan cepat. Wajah Cloe merah padam, dia menggigit bibir bawahnya menahan malu sekaligus gugup di
hadapan Aidan. Dia menyadari Aidan menatapnya sedari tadi, tanpa mengubah
posisinya. Malah, Aidan semakin menghapus jarak yang membatasi dirinya dengan
Cloe.
Aidan menyentuh bibir ranum itu dengan jarinya sampai
bibir yang terkatup itu menjadi terbuka. Sentuhan
Aidan membuat Cloe merasakan listrik jutaan volt mengalir di tubuhnya, napasnya
tercekat, badannya kaku tidak bisa digerakkan sama
sekali seolah-olah tersihir oleh
sentuhan Aidan. Aidan hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun dan terus
menjelajahi bibir Cloe yang lembut itu. Bibir Cloe semakin merah karena Aidan
terus mengusapnya sedari tadi. Sisi lain Aidan mendorongnya untuk merasakan
bibir itu dengan bibirnya sendiri. Namun sebelum menyentuh gadis ini, Aidan
harus menuntaskan tujuannya. Aidan menelan saliva melihat bibir Cloe yang
memerah dan terbuka karena tangan nakalnya. Cloe hanya bisa menduduk
menyembunyikan rasa malunya.
"Sepertinya Aidan tidak ada di sini, ayo kita pergi"
"Ayo! Kita coba cari di sana
saja!"
"Okay! Let's go! Ah kenapa pria
tampan itu kabur tanpa sepengetahuan kita!"
"Sudahlah, kita cari di sana
saja!"
Derap langkah
wanita-wanita itu semakin menjauh bahkan tidak terdengar lagi. Cloe berusaha
mengembalikan akal sehatnya. Namun sentuhan lembut Aidan membuatnya ingin yang
lebih. Dia hanya bisa memajamkan mata
menikmatinya.
Aidan langsung menghentikan tangannya untuk menyentuh
gadis itu sebelum yang dia lakukan melewati batas. Anehnya, Cloe merasa
kehilangan saat Aidan melepaskan kontak mereka. Aidan langsung pergi
meniggalkan Cloe yang diam mematung di toilet. Setelah akal sehatnya kembali
normal, Cloe lari terbirit-birit menuju kelas. Untungnya selama menuju kelas
dia tidak bertemu Aidan. Cloe membanting pelan iPhone-nya di meja lalu duduk
diam menatap lurus papan tulis.
"Cloe, Cloe. Hei! Apa yang
kau lamunkan?!" tanya Jane kesal melihat Cloe tidak menggubris
pembicaraannya. Cloe melamunkan kejadian di toilet tadi. Kejadian itu masih
terngiang-ngiang di kepalanya. Dia tidak akan menceritakannya pada Jane. Karena
dia tahu, Jane akan marah besar padanya. Tanpa sadar Cloe menyentuh bibirnya
dengan ekspresi yang tidak bisa diartikan, "Ada apa dengan bibirmu! Atau
jangan-jangan..."
PLETAK!
Aaww! Sakit
Cloe!" Jane mengelus pelan kepalanya setelah jitakan keras Cloe mendarat
di kepalanya.
"Jangan berpikir macam-macam!"
Cloe menatap Jane tajam. Jane hanya mendengus kesal melihat tatapan Cloe
padanya.
"Huh kau
ini! Hei itu Aidan! Cloe!!" Mata Cloe terbelalak. Cepat-cepat ia mengambil
buku di tas lalu membacanya, mencari kesibukkan untuk mengalihkan tatapan Aidan
padanya. Jane hanya bisa mengeluarkan pujian dari mulutnya tanpa henti. Bukan
hanya Aidan, teman-teman yang lain juga ikut masuk. Mungkin dosen sudah datang.
Tanpa sengaja dia melihat ke depan dan tatapan mereka bertemu. Aidan menatapnya
dalam, mata onyx itu sempat membuatnya
terbius selama beberapa detik. Namun dia cukup cepat untuk menjernihkan kembali
pikirannya, dia langsung memalingkan wajah dan kembali membaca buku yang tidak
dia mengerti sama sekali isinya.
"Selamat
siang menjelang sore. Baiklah kita akan memulai pelajaran kita hari
ini..."
"Hhuuaa!! Akhirnya selesai juga! Cloe aku duluan ya!"
seru Jane beranjak pergi. Cloe mengangguk pelan lalu menghela napas. Dia
membereskan barang-barangnya lalu pergi dari kelas. Sebentar lagi dia sampai di
parkiran, namun dia tersentak mengingat mobil yang lecet karena
ulahnya.
Matanya membulat
sempurna melihat Aidan bersandar di samping mobil itu, seperti menunggu
seseorang. Cloe baru menyadari bahwa mobil itu milik Aidan. Untung saja dia
belum sempat membukakan kunci mobil itu dengan remot.
Jika tidak, mobilnya akan mengeluarkan suara dan pasti Aidan tahu siapa yang
membuat mobilnya lecet. Terpaksa dia menunggu di balik tembok yang membatasi
parkiran dan halaman kampus. Beberapa menit kemudian Cloe mengintip Aidan di
balik tembok. Dia melihat Aidan masih berdiri di samping mobilnya, "Harus
berapa lama lagi aku menunggunya pulang!" seru Cloe dalam hati. Cloe mengerucutkan bibirnya kesal sambil
melipat tangan di depan dada.
"Cepat ke sini.
Aku tahu kau ada di balik tembok itu" ucap Aidan. Cloe tersentak
mendengarnya, "Dari mana dia tahu aku ada di sini? Jangan-jangan dia
dukun!" gumam Cloe panik. Dia tetap bersikeras untuk tidak mendatangi
Aidan dan menunggunya sampai pulang.
"Cepat ke sini,
atau aku saja yang mendatangimu dan akan ada
'kejutan' nantinya" Cloe mendecak kesal mendengar ancaman dari mulut tajam
Aidan. Dia terlihat menimang-nimang. Dengan terpaksa Cloe mendatangi Aidan.
Senyum miring menghiasi wajah tampan Aidan.
"Apakah kau yang membuat
pintu mobilku seperti ini? Karena terlalu keras membukanya sampai tidak
menyadari ada mobil mahal di sampingmu?" Skakmat. Perkataan Aidan tepat
sekali. Cloe diam membeku di tempat, wajahnya terlihat panik. Sekarang dia
yakin Aidan memang dukun sejati. Dia bahkan tahu bahwa Cloe yang mebuat
mobilnya lecet. Tanpa sadar Cloe menggigit bibir bagian bawah, Aidan yang
melihat Cloe menggigit bibirnya sempat menelan saliva. Sepertinya Cloe memiliki
daya tarik natural yang menarik Aidan untuk mendekatinya. Benar saja, Aidan
mulai mendekatkan tubuh besarnya pada Cloe, sontak Cloe mundur melihat Aidan
terus berjalan mendekatinya sambil menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa
diartikan. Dan sialnya tubuh Cloe sudah tidak bisa mundur lagi karena
punggungnya menyentuh body mobil. Salah satu tangan Aidan berada di samping
wajah Cloe dengan menempelkan telapak tangannya di mobil, dan tangan satunya
mengelus pelan pipi Cloe. Mata onyx Aidan menatap mata biru Cloe dengan sangat
dalam. Tubuh mereka sudah menempel,
tidak ada jarak sama sekali yang membatasi. Otak Cloe melarang keras Aidan
untuk menyentuhnya namun tubuh Cloe yang tidak sinkron itu tetap merespon
perlakuannya. Aidan sudah tidak tahan lagi, tangannya yang berada di mobil
sudah berpindah ke tengkuk Cloe, dia menyentuh bibir itu sebentar dengan
tangannya. Aidan mulai mendekatkan wajahnya, hidung
mereka sudah bersentuhan. Nafas Cloe tercekat, saraf-sarafnya
sudah tidak berfungsi dengan baik. Aidan mulai memiringkan wajahnya, dan...
"Cepat pulang. Tidak baik wanita sepertimu pulang malam"
bisiknya. Cloe tersentak kaget, wajahnya merah padam, malu, kesal, semuanya
menjadi satu. Dia sempat mengira Aidan akan menciumnya.
Sebenarnya Aidan ingin sekali meraup bibir
gadis ini sekarang juga. Namun dia tidak ingin menyakiti Cloe. Untuk itu dia
memutuskan menyuruh Cloe pulang sekarang juga, sebelum dirinya lepas kendali. Untungnya Cloe mengerti
dan langsung masuk ke dalam mobilnya.
"AAAA AKU
GILAAA!!" teriak Cloe dalam mobilnya saat dalam perjalanan menuju restoran Italia favoritnya, mengingat perut yang
keroncongan minta diisi.
CKITT!
Cloe me-rem mobil mendadak melihat sekumpulan serigala menghadangnya.
Mereka bukan serigala biasa tubuh mereka
di atas ukuran rata-rata tubuh serigala normal. Cloe terus mengklakson mereka namun tidak digubris. Jalanan di sini
sepi, dan di sekililingnya terdapat hutan. Namun menurut legenda, ada salah
satu hutan terlarang yang tidak boleh manusia kunjungi sama sekali. Karena setiap orang yang masuk
ke dalamnya hanyalah tinggal kenangan. Mereka tidak akan pernah kembali lagi, menghilang
bak ditelan bumi.
Cloe terus menunggui
mereka sampai menghilang di hadapannya. Tapi, tebakkan Cloe salah besar.
Bukannya lelah menunggu, serigala itu malah
mengguncang mobilnya, membuat Cloe sedikit terhenyak.
Cloe tidak ingin menelpon Ayahnya karena dia tidak mau Ayahnya terluka. Dia
memutuskan untuk keluar dari mobil dan mulai menghajar serigala itu satu
persatu.
BUK BUK!!
Cloe menghajar mereka
tanpa ampun, namun tenaganya tidaklah cukup untuk mengalahkan serigala-serigala ini, dia juga kalah jumlah. Sesekali
Cloe terhempas ke aspal, untung saja jaket yang dikenakan melindungi tangannya
dari kontak langsung aspal. Dia mencoba untuk berdiri tapi...
"AARRGGHHH!!!"
Cakar-cakar itu menembus lengan
Cloe. Dia mengusap darah segar yang keluar dari lengannya. Cloe terlihat kesakitan,
dia memegang luka cakaran itu agar darahnya tidak mengalir terus. Tanpa sadar
serigala-serigala itu menatapnya dengan tatapan lapar, dan siap menyantap Cloe
hidup-hidup. Cloe hanya menunduk pasrah, semua tenaga sudah habis ia kerahkan. Ditambah luka dalam ini
membuatnya semakin lemah tak berdaya. Dia hanya bisa
memejam mata pasrah akan mati di tangan serigala-serigala ini.
DOR DOR DORR!
Serigala-serigala itu
langsung terkapar di jalan. Cloe melihat
siapa yang menembak serigala itu. Dia... Aidan Steve, napas Aidan
terengah-engah sambil memegang pistol berwarna silver. Cloe bersyukur Aidan datang tepat waktu untuk
menolongnya. Aidan terus menghajar kumpulan serigala itu tanpa ampun. Dia tidak
tahu Aidan sekuat ini, bahkan ada tiga serigala yang
sudah pingsan karenanya. Untuk ukuran manusia, tidak mungkin bisa mengalahkan
serigala raksasa ini dengan mudah. Cloe yang kuat saja sangat kewalahan
melawannya. Serigala-serigala itu lari terbirit-birit, tidak berani melawan
Aidan. Cloe terduduk di pinggir jalan, wajahnya pucat pasi, lalu Aidan
menghampirinya.
"Kau tidak
apa-apa?" tanya Aidan cemas. Cloe mengangguk menjawab pertanyaan Aidan,
tidak sanggup untuk mengeluarkan kata-kata menahan sakitnya luka cakaran. Aidan
tidak percaya dengannya dan menatap aneh lengan Cloe, terlihat bercak darah.
Aidan menarik tangan Cloe yang menutupi lengannya dan membuka jaket Cloe dengan
perlahan. Matanya terbelalak melihat luka sobekkan di lengan Cloe.
"KAU BILANG INI TIDAK APA-APA?! APA KAU BODOH
HAH?!" teriak Aidan. Emosinya memuncak seketika. Aidan terdiam sejenak
melihat mata biru Cloe mulai berkaca-kaca, antara menahan sakit atau karena bentakannya. Dia juga baru
menyadari, seharusnya dia tidak membentak Cloe
seperti ini. Namun rasa
khawatirnya yang berlebihan membuat dirinya lepas kendali.
"A-aidan, kau
juga terluka! Coba lihat dadamu! Jangan hanya
bisa membentakku seperti ini! Lihatlah dirimu sendiri"
Cloe membentaknya balik namun sorot matanya menunjukkan kekhawatiran. Aidan
bahkan tidak menyadari bahwa dirinya terluka, karena melihat Cloe terluka
membuatnya
lupa akan segalanya.
"Tidak apa-apa.
Luka ini sebentar saja sembuh" jawab Aidan tidak peduli. Dia langsung
merobek bajunya dan melilitkan kain di lengan Cloe untuk menutupi lukanya
sementara.
"Aku antar
ke rumah sakit" ucap Aidan sambil membantu Cloe berdiri.
"Tidak! Terima kasih. Aku bisa
sendiri"
"Jangan keras kepala!"
"Aku punya
dua tangan Aidan. Tangan sebelahku masih
berfungsi dengan baik. Aku masih bisa menyetir. Jadi, biarkan aku berangkat
sendiri!" jawab Cloe menepis tangan Aidan. Aidan hanya bisa menghela napas panjang. Dia
terpaksa mengalah.
TOK
TOK TOK
"Daddy?! Apa kau di
dalam?!" Cloe mengetuk pintu sekali lagi, Mr. Allison pun membukakan
pintunya, mempersilakan Cloe masuk, "Dari mana saja? Kenapa pulang larut
malam? Dan... luka itu dari mana kau
mendapatkannya sweetheart?" tanya Mr. Allison khawatir.
"Aku baru saja dari rumah
sakit untuk menjahit luka ini. Tadi aku terjatuh di kampus dan lenganku
mengenai pecahan kaca, jadilah seperti ini."
jawab Cloe sambil tertawa kecil. Ayahnya mengela
napas lega lalu menyuruh anaknya
naik ke atas agar cepat istirahat.
Setelah sampai kamar, Cloe
langsung merebahkan dirinya di ranjang king size miliknya. Grey langsung menghampirinya sambil menjilat wajahnya,
"Hahaha apakah kau merindukanku anjing manis?" Cloe mengusap lembut
kepala anjingnya, namun matanya terpaku pada luka di dada Grey...
sepertinya ini tidak asing...............
Sands Casino Online - Play Here
ReplyDeletePlay for real with a Sands Casino Online mobile casino account. We're just as happy to show 바카라사이트 you 샌즈카지노 a range of games that are sure to 1xbet korean keep you entertained.