Sunday, May 24, 2015

MY ALPHA MATE


 CHAPTER I.  THE GIFT

              Aku terbangun mendengar suara alarm yang sangat berisik itu. Dengan malas aku turun dari kasur dan bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Tanpa ada yang menyambut ku dan mengucapkan "Selamat pagi Cloe" atau sekedar menyapa. Jujur saja, aku sangat bosan menjalani pagi seperti ini di rumah. Aku melangkahkan kakiku ke kamar mandi seperti zombie dan mulai membersihkan diri sambil mengumpulkan sebagian nyawaku yang hilang.
            Selesai mandi rasanya seperti hidup kembali, namun kurang lengkap jika belum ada makanan yang mengisi perutku. Segera aku memakaikan striped sweater dengan jeans pada tubuhku lalu memoleskan bedak tipis, tidak lupa lipgloss rasa cherry untuk melengkapinya. Aku mengambil backpack di meja belajar kemudian turun ke dapur untuk membuat sarapan, just some milk and pancakes.
              Sambil menyantap makanan yang kubuat pikiranku melayang ke mana-mana, bagaimana keadaan Daddy? Apakah pekerjaannya baik-baik saja? Meskipun aku tidak tahu apa pekerjaan yang Dad jalani sekarang. Aneh memang, dia tidak pernah mau memberitahuku. Dad selalu bilang bahwa pekerjaannya bukan pekerjaan biasa. Aku sangat penasaran dengan pekerjaan 'tidak biasa'nya. Namun aku tetap menghargai privasi Dad. Tidak terasa makanan di piring sudah habis kumakan lalu meminum segelas susu yang kubuat tadi. Aahh rasanya energi kembali full. Okay saatnya berangkat ke kampus. Aku mengambil backpack di bangku sebelah lalu memasangkan sneakers merah yang kuambil dari rak sepatu. Tidak perlu kendaraan atau semacamnya untuk sampai ke kampus, walaupun aku punya kendaraan pribadi. Karena jarak kampus yang cukup dekat hanya menempuh waktu 5 menit untuk sampai ke sana. Well, bukankah berjalan kaki baik untuk kesehatan?
              Dalam perjalanan aku menikmati lagu fearless by Taylor Swift dari iPodku. Sudah kebiasaanku mendengarkan lagu setiap berjalan ke kampus. Tidak mendengarkan musik sehari saja sudah membuat kepalaku penat. Walaupun aku menyumpal telinga dengan headset, belum tentu aku tidak bisa mendengar suara di sekitar. Karena, siapa tahu ada orang yang ingin macam-macam denganku.
              KRREEKK
              "Suara apa itu!? Heh, baru saja kukatakan. Rrrr seperti ada yang membuntutiku atau mungkin hanya perasaanku saja. Perlahan menolehkan kepalaku ke belakang... tidak ada siapa-siapa kecuali orang yang sedang berlalu lalang di jalan. Ah sudahlah mungkin suara kucing jalanan atau seseorang yang menginjak ranting, tapi sejak kapan ada ranting di tempat yang tidak ada pohon ini? Aku terdiam sejenak. Namun beberapa saat aku mengangkat bahu tidak peduli dan memasang kembali headset pada telingaku, melanjutkan perjalanan.
              Tidak terasa kakiku sudah menginjak koridor kampus. Tiba-tiba saja sebuah tangan besar melingkar di pundakku.
              "Morning Cloe" sapa Ethan riang.
               "Morning too Ethan" senyumku padanya. Soal Ethan, jangan salah sangka dulu. Ethan adalah sahabat dekat yang paling kupercayai. Aku menganggapnya seperti saudara sendiri. Karena dialah yang paling mengerti aku selain Dad. Ketika moodku jelek dia pasti menghiburku dengan tingkah konyolnya. Aku beruntung mempunyai sahabat sekaligus 'saudara' sepertinya. Walapun dia sangat tertutup mengenai keluarga. Dia juga sangat popular di kampus ini. Terkadang aku menyesal kenal dengannya karena aku sering dikeroyoki para fansnya walaupun mereka tetap kalah melawanku.
              "Aku akui dia cukup tampan ditambah tubuh yang atletis. Wanita mana yang tidak meleleh melihat sahabatku ini?
               "Nngg bisakah kau melepaskan tanganmu? Aku sedikit risih dengan tatapan mereka seperti ingin memakanku hidup-hidup" ucapku sambil menekuk wajah lalu menarik tangannya menjauh dari pundakku. Bukannya melepaskan malah semakin mempererat rangkulannya ck. Jangan sampai aku 'berolahraga' sepagi ini sebelum belajar kawan.
              "Tidak usah dipedulikan. Mereka hanya iri denganmu bisa dekat dengan pria tampan sepertiku" Ethan menyengir dengan pedenya. Ugh ingin sekali aku mengacak mulutnya meskipun yang dia katakan ada benarnya. Tapi tetap saja aku gemas dengan sikapnya yang over eksis! Baiklah kalau ini maumu.
               "Aaahhh hentikan!" Aku memutar pergelangan tangannya lalu mengunci pergerakkan tubuhnya. Sudah kubilang jangan sampai aku berolahraga, I mean olahraga bela diri sepagi ini Ethan...
              "Bagaimana hm? Enak bukan" Senyum miring menghiasi wajahku. Ia meringis kesakitan memintaku untuk segera menghentikannya. Fans-fansnya menatap Ethan dengan miris namun tidak berani mendekatiku karena dengan mudah aku menghabiskan mereka. Merasa kasihan dengan orang ini yang terus memohon aku langsung melepaskannya. Kemudian melirik jam tangan putihku, sekarang sudah waktunya untuk masuk ke kelas. Aku memandang Ethan sebentar yang masih mengelus-elus pergelangan tangannya yang memerah akibat cengkraman tanganku kuatku.
             "Bye Ethan! aku masuk dulu. Dan maaf untuk yang tadi!" Kataku sedikit berteriak karena semenjak ia mengelus tangannya aku sudah melangkahkan kakiku menjauh darinya. Di sepanjang koridor
orang-orang menatapku dengan tatapan aneh karena tontonan gratis tadi maybe... Ck aku tidak mempedulikan tatapan mereka dan tetap melangkahkan kakiku menuju kelas.
              Aku menguap lebar ketika dosen itu menjelaskan. Satu kata untuk mendeskripsikannya "membosankan". Rasanya mataku semakin berat namun aku berusaha mencoba membuka lebar mata ini, tapi tetap saja tidak bisa. Hhh aku sudah tidak kuat lagi menahan kantuk ini. Perlahan mataku mulai menutup namun... ada tangan besar dan kokoh menarikku. Aku terkejut dibuatnya. Tunggu dulu, sepertinya orang ini bukan salah satu mahasiswa di kampusku.
              Dia orang asing! Tapi... bagaimana bisa dosen botak itu tidak memarahi orang ini masuk sembarangan ketika mata kuliah sedang berlangsung?! Aku tidak terima. Dari pada aku mati di tangan orang asing lebih baik aku mati oleh pelajaran-pelajaran itu. Ssshh cengkramannya pada tanganku semakin kuat ketika aku memberontak ingin melepaskannya.
              Sialan! Kenapa pria ini memaksa sekali membawaku?! Dengan terpaksa aku menendang area sensitifnya kemudian pergi menjauh dari sini. Aku meliriknya sekilas sedang meringis kesakitan... ohh maafkan aku. Aku terpaksa melakukannya karena siapa tahu kau orang jahat ingin melakukan pembunuhan sadis denganku.
              Hoshh hossh
              Sangat melelahkan setelah mengerahkan seluruh tenagaku untuk lari. Keringat bercucuran kuseka dengan tanganku. Hhhh aku tertunduk memegang kedua lututku lalu memejamkan mata untuk mengatur nafas sebentar. Aku merasakaan terpaan angin mengenai wajahku bisa dirasakan dinginnya menembus kulitku. Bukan hanya terpaan angin aku juga merasakan sebuah tangan melingkar di pinggangku. Rasanya tubuhku terangkat melayang di udara.
              W-wait?! Pria ini menggendongku. GOD Help Me !!
              Otomatis aku mengalungkan tangan pada lehernya. Jika tidak, bisa jatuh.
              Well dengan T E R P A K S A. Dan aku tidak kuat lagi melawannya setelah menghabiskan semua energi untuk kabur. Huh... yang benar saja! Tadi aku lihat dia tidak mengejarku sama sekali namun
muncul sekejap di depanku seperti hantu bahkan berhasil membawaku kabur kembali. Lari yang sangat cepat untuk ukuran manusia.
              Mataku menutup dengan perlahan karena kantuk yang melanda sejak pelajaran dimulai bercampur lelahnya tubuh membuatku lemas seketika. Ditambah aroma maskulinnnya yang memabukkan membuatku semakin ngantuk sekaligus nyaman dalam dekapannya... Aku tertidur pasrah dalam pelukannya.
              Hangatnya sinar matahari menembus kulitku. Lalu membuka mata perlahan-lahan. Nnngg aku sedikit menggeliat merasakan ada yang aneh dengan tempat tidurku. Ah pantas saja, ternyata aku tertidur di rumput. Aku menguap sambil menutup mulut, mengumpulkan nyawa. Setelah kesadaranku kembali sepenuhnya pandanganku mengedar ke seluruh hutan ini. Aku menatapnya berbinar. Ini bukan hutan biasa. Hutan ini sangat indah seperti pada novel fantasi yang kubaca. Pohon-pohon tinggi, bunga orchid tumbuh di mana-mana, rumput hijau yang segar, udara yang sejuk, membuatku lupa diri bahwa aku sedang diculik sekarang.
              "Nyenyak sekali tidurmu. Sebegitu nyamankah dekapanku sampai membuatmu tertidur?" Mataku terbelalak seketika mendengar suara berat ini... lalu menoleh ke belakang. Oh ternyata tadi suara pria yang menculikku. Aku menatapnya dengan tatapan mengintimidasi yang hanya dibalas dengan tatapan tajam membuat wanita mana saja menjadi salah tingkah. Bodohnya aku lupa cara bernapas saat melihat mata onyxnya sedang menatapku tajam, bibir dan alis yang tebal, rahang kokoh, hidung mancung, kulit yang putih, serta tubuh atletis yang dimilikinya menambah kesan sexy. Sadar dengan kebodohanku yang dipergoki memperhatikannya dari ujung rambut sampai ujung kaki membuatku malu. Lalu cepat-cepat memalingkan wajah. Rasanya wajahku mulai memerah entah itu oleh sinar matahari atau karena pria sexy itu. PLAKK! Aku menampar wajahku untuk mengembalikan akal sehat.
              Tangan besar dan hangat menyentuh lembut pipi yang kutampar tadi. Mataku terbelalak menyadari pria ini sudah duduk disampingku. Aku bahkan tidak mendengar langkah kakinya sama sekali.
Apakah pria ini hantu?!
              "Tatap aku" Ah suara berat ini membuatku menoleh ke arahnya. Tatapan itu membuatku lemas...
              "You're mine... Mate" tangannya tadi dipipiku sudah berpindah ke tengkukku. Wajahnya semakin dekat membuat napasku tercekat juga jantungku berdegup dengan kencang. Bisa dirasakan betapa gugupnya aku sekarang ketika ia memiringkan wajahnya. Tidak sanggup menatapnya lagi aku memejamkan mata merasakan napasnya menyapu permukaan wajahku. Tinggal sedikit lagi bibir kami bersentuhan...
              BRRAAKK
              Sialan! Hanya mimpi! Bagaimana bisa ini terasa sangat nyata?!
              "Miss Allison silakan tutup pintu dari luar" Ugh oke pak! Memang ini yang kucari. Aku langsung memasukkan barang-barang ke dalam tas lalu menutup pintu dari luar sesuai yang diperintahkan. Siapa bilang aku akan mengikuti mata kuliah selanjutnya? Moodku sudah jelek begini untuk apa dipaksakan. Lebih baik aku pulang.
              Dalam perjalanan aku dikejutkan oleh suara Taylor swift dengan lagu style-nya.
              Daddy?! Wajahku tadi yang suntuk sekarang berubah menjadi ceria saat melihat namanya tertera di layar iPhoneku.
              Hallo? Daddy!"
              Hallo my little princess. Bagaimana kabarmu? Dad sangat merindukanmu"
              Kabarku baik-baik saja. Dad sendiri? Aku juga Dad... Kapan pulang?"
              Kabar Dad baik juga. Mungkin sekitar seminggu lagi. Ada apa My Little Princess? Kau merindukanku?
               "Sangat Daddy. Cepatlah pulang. Aku kesepian di sini"
               "Hahaha bukankah ada Ethan yang menemanimu? " Oh Daddy mulai menggodaku. Obrolan kami pun terus berlanjut sampai dad memutuskan sambungannya.
               "Sorry my little princess. Daddy harus memutuskan telepon ini ada urusan mendadak bye
               "Ya tidak apa-apa Dad. Bye"
                Aku menghela napas berat lalu melanjutkan perjalanan kembali.
                "5 menit" Tak terasa aku pun sudah sampai rumah. Tunggu dulu... Bukankah itu...


CHAPTER 2. GREY'S BARK

              "DADDY!!!!!!" Aku langsung memeluknya. Ternyata Dad membuat kejutan untukku. Yep kau berhasil menipuku Dad. Namun pandanganku teralih kepada anjing yang dibawanya. Dari mana Daddy mendapatkan anjing sebagus ini? Bulunya yang lebat serta mata onyxnya membuat orang langsung jatuh cinta padanya. Anjing ini! aku menyukainya! Apakah ini untukku?
               "Oh ini. Ini hadiah untukmu Cloe. Mulai sekarang dia yang menemanimu di rumah. Anggap saja dia temanmu"
               "Woahh terima kasih Dad. Aku senang sekali" pekikku kegirangan sambil mengelus lembut anjing ini ternyata dia jinak sekali. Aku menyadari tatapan anjing ini tidak lepas-lepas dariku. Menyadari tatapannya yang seintens ini membuatku salah tingkah.
                "Ah-hahaha ayo kita masuk Dad! Sini kubantu bawa barangmu" Senyum gadis itu merekah saat anjingnya menangkap bola yang dilempar dan sesekali dia menertawakannya. Sang Ayah tersenyum penuh arti melihat anaknya dan Grey -nama anjingnya- bermain dengan akrab.
                "Hai Dad" Cloe mendatangi Ayahnya sedang duduk membaca koran. Mr. Allison hanya tersenyum kecil melihat anaknya ngos-ngosan, kelelahan bermain dengan Grey. Cloe langsung bergabung dengan Ayahnya duduk di gazebo. Bukan hanya Cloe, anjingnya pun ikut duduk bersama mereka.
              "Bagaimana? Apakah kau menyukai Grey?" Cloe mengangguk semangat menjawabnya "Sangat dad. Aku sangat menyukainya. Terima kasih! Aku berjanji akan selalu menjaga dan merawatnya". Sang anjing langsung menggonggong seolah-olah mengerti apa yang mereka bicarakan. Obrolan mereka terus berlanjut ketika Cloe menceritakan bagaimana dia bisa pulang cepat karena dosen yang membuatnya badmood untuk mengikuti mata kuliah selanjutnya. Setelah puas menceritakan kronologi di kampusnya, Cloe terdiam sejenak.
              "Dad, sudah lama sekali Mom meninggalkan kita. Aku sangat merindukannya" wajahnya yang tadi bersemangat sekarang menjadi murung.
               "Daddy juga sweetheart. Yakinlah, Mommy sudah tenang di tempat yang jauh dan indah di sana"  Cloe mengangguk pelan, senyum tipis terukir di wajah cantiknya. Mr. Allison menarik Cloe ke dalam pelukannya, menyalurkan semangat agar tidak larut dalam kesedihan yang membuatnya semakin murung. Dia ingin anaknya kembali menjadi Cloe yang ceria, berani dan tangguh.
               Tak terasa matahari mulai condong ke barat, senjapun mulai menghampiri. Cloe memutuskan untuk naik ke kamar bersama anjingnya membersihkan diri. Sampai di kamar, ia memperingatkan anjingnya agar tidak membuat ulah selama dia mandi "Kau tunggu di sini, aku mandi sebentar. Jangan mengubrak-abrik kamarku. Mengerti?"
               GUK GUKK
               "Good" Cloe mengelus pelan anjingnya lalu masuk ke kamar mandi. Tidak lama kemudian terdengar suara shower dinyalakan. Selama tujuh menit membersihkan diri akhirnya Cloe keluar juga dari kamar mandi dengan balutan handuk putih 10 cm di atas lututnya. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh kamar. Tetap rapi dan bersih seperti semula. Grey yang melihat Cloe memakai handuk seminim itu menunduk malu. Cloe menatapnya bingung lalu mendekatinya "Kenapa kau terlihat gelisah? Apa kau lapar" Dia mengerutkan dahi melihat Grey tidak meresponnya sama sekali. Ia kembali membuka lemari mencari piyama untuk dikenakan. Handuk putih itu pun sudah melucut dari tubuhnya berganti dengan piyama merah marun yang sangat pas di kulit putihnya. Grey hanya memalingkan wajahnya tidak berani menatap Cloe berganti pakaian. Aneh sekali anjing ini batin Cloe. Bagaimana bisa Grey memiliki rasa malu saat gadis berganti pakaian di depannya. Padahal dia hanya seekor anjing bukan manusia, jadi mana mungkin punya rasa malu. Selesai berpakaian Cloe merebahkan diri di kasur king sizenya sebentar.
               Merasa aneh dengan anjing ini yang tidak mau menatapnya sedikitpun ia memutuskan mengajak Grey turun ke bawah untuk makan malam. Mungkin Grey lapar pikirnya. Namun setelah menuangkan makanan pada mangkuk, Grey hanya menatapnya tanpa menyentuh sedikitpun. Cloe mendengus kesal pada anjingnya "Kau ini ada apa sebenarnya? Marah padaku huh? Sayangnya kau ini anjing tidak bisa berbicara" Lalu mengajak anjingnya kembali ke atas.
               Cloe menatap jam dinding kamarnya ternyata sudah pukul 10.35 p.m. lalu memejamkan mata namun rasa kantuk itu tak kunjung datang. Dia terus mencoba akhirnya rasa kantuk itu muncul, idak lupa dia mengucapkan selamat malam pada anjingnya "Good Night Grey"
               Good night too...mate
               Samar-sama Cloe mendengar suara berat berbisik di telinganya. Dia hanya tersenyum dalam tidurnya walapun dia tidak tahu apakah bisikan itu benar-benar nyata atau sekedar halusinasi. Tidak terasa matahari pagi sudah mulai menyambut seisi bumi. Cloe membuka mata dan melihat Grey masih tertidur di sampingnya dengan melingkarkan tubuhnya di perut Cloe. Dengan arwah yang masih tertinggal di alam mimpi, Cloe mengucek matanya lalu bangkit dari kasur untuk pergi ke kamar mandi. Selesai bersiap-siap ia dan Grey turun ke bawah untuk sarapan. Cloe tersenyum riang menatap makanan sudah tersedia di atas meja. "Seharusnya yang membuat makanan ini aku, bukan Daddy" ucap Cloe.
                Mr. Allison tersenyum menatap putrinya sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan tangguh seperti ibunya walapun sedikit... boyish. Cloe langsung duduk di kursi kemudian menyantap omelet buatan Ayahnya. "Woaahh ini sangat enak Dad!" ujar Cloe sambil mengacungkan kedua jempolnya pada Mr. Allison yang sedang memberi makan Grey. Mr. Allison tersenyum bangga melihat anaknya melahap habis omelet buatannya. "Dad aku berangkat dulu" ucap Cloe setelah meneguk minumannya.
                "Hati-hati di jalan My Little Princess. Belajar yang benar"
                Cloe mengangguk membalas ucapan Ayahnya lalu menepuk pelan kepala Grey. Seperti biasa, dalam perjalanan dia selalu menyumpal telinga dengan headset. Lagu yang didengarkannya sekarang adalah Up by Olly Murs ft Demi Lovato. Beberapa menit kemudian akhirnya Cloe sampai juga di kampus kemudian masuk ke kelas untuk mengikuti pelajaran.
              Dia mempunyai salah satu teman dekat perempuan di kelas ini. Walaupun tidak sedekat dirinya dengan Ethan. Tapi dia yakin Jane Audrey adalah orang yang baik terlihat dari caranya berbicara, sangat lembut. Wajahnya yang cantik serta tubuhnya yang indah walapun tidak setinggi Cloe. Jane juga selalu mengenakan rok ke kampus, benar-benar gadis feminim. Tak heran banyak pria yang mendekati Jane, anehnya ia selalu merespon para pria itu walaupun tidak pernah menunjukkan rasa sukanya. Cloe pikir Jane masih belum menemukan pria yang tepat. Berbanding terbalik dengan dirinya yang selalu menggunakan celana. Sebenarnya Cloe tidak kalah cantik bahkan bisa dibilang lebih cantik dari Jane. Mata birunya yang teduh, rambut coklat yang indah, bibir merahnya, kulit seputih susu, serta body shapenya. Bisa dibilang Jane masih satu tingkat di bawahnya. Namun semuanya itu tertutup dengan pakaian tomboy yang dikenakannya sehari-hari.
              "Materi kita cukup sampai disini. Selamat siang"
              "Siang pak" jawab mahasiswa-mahasiswi di ruangan ini serempak. Cloe memasukkan bukunya ke dalam tas, kemudian menoleh ke arah Jane yang sedang duduk bersama Alexa, perempuan genit kampus ini. Sesekali Jane tersenyum aneh mendengar Alexa bercerita dengan asyiknya. Topik apa lagi yang di bahas Alexa kalau bukan "p r i a". Melihat Jane yang sedikit risih Cloe memutuskan untuk mengajaknya ke kantin sekaligus menghindari pembicaraan dari mulut cabai Alexa, "Jane aku ke kantin dulu, mau ikut?"
               "Ya! Kebetulan aku lapar sekali. Alexa aku tinggal dulu ya, bye!" Jane langsung lari terbirit-birit menjauhi perempuan bermulut cabai ini untuk mendatangi Cloe, "Terima kasih banyak teman, aku tidak tahu bagaimana jadinya jika kau tidak membawaku pergi dari Alexa" ucap Jane sambil menghela napas berat. Cloe hanya tertawa kecil merespon ucapan Jane. Saat berjalan tiba-tiba saja ada seseorang mendorong Jane sampai tersungkur di lantai "Aaww" Jane meringis kesakitan, Cloe langsung membantunya berdiri namun ada tangan yang menariknya untung saja dia masih bisa jaga keseimbangan.
              "Kau! Dasar wanita penggoda! Jalang! Jangan pernah menyentuh kekasihku!" teriak wanita ini pada Jane. Cloe hanya menatap mereka bingung dengan semua ini, "Aku tidak pernah menggodanya. Kekasihmu duluan yang mendekatik-"
               PLLAAKKK!!
               "Aaahhh!!" teriak Jane kesakitan. Sialan berani-beraninya wanita ini menampar temanku pikir Cloe. Dia segera mendatangi wanita kurang ajar itu namun tangannya langsung ditahan oleh tiga orang lainnya. Mungkin mereka temannya wanita yang menampar Jane, "Kalian, cepat lepaskan tanganku sekarang juga. Kalian cari mati saja"
              "Hahaha tidak akan. Sebelum wanita jalang itu mengaku kesalahannya. Mati? Kalian dengar teman-teman? Mati? Haha! Lagipula mana mungkin kau bisa melawan kami. Kau kalah jumlah" Cloe mendecak kesal dengan wajah dinginnya memandang rendah mereka.
  BUUK BUUK
  KRAAKK
              Dengan tidak sabaran Cloe memutar pergelangan tangan mereka sampai mengeluarkan suara gesekan dari sendinya. Lalu menendangnya satu per satu. Yang satu sudah pingsan dan dua orang yang lainnya masih dalam cekikan Cloe. Cloe langsung mengehempas mereka ke dinding, menghantamnya berkali-kali. Selesai dengan tiga orang ini dia mendatangi wanita yang menampar Jane tadi. Ia mendorong kasar tubuh wanita itu hingga terhimpit dinding, tak tanggung-tanggung ia juga meninju wanita ini sampai pingsan.
              Jane bergidik ngeri melihat temannya berubah menjadi seganas ini. Cloe menepuk tangannya setelah membuat tontonan gratis di kampus ini. Diapun baru menyadari bahwa adegannya sudah ditonton
puluhan mereka. Ada yang menatap Cloe takjub, takut, miris, dan sebagainya. Cloe tidak mempedulikan mereka yang dia pedulikan hanya temannya yang sudah dihujat dan ditampar habis-habisan oleh wanita kurang ajar tadi. Cloe menglurkan tangannya pada Jane. Lalu mereka meninggalkan tempat ini untuk pergi ke ruang kesehatan. Dia memutuskan untuk mengobati luka Jane dulu sebelum ke kantin.
               Setelah sampai di ruang kesehatan, Cloe mendudukan Jane di kasur lalu mengambil kotak P3K. Jane meringis ketika Cloe menempelkan kapas rivanol pada pipinya yang mengeluarkan sedikit darah akibat tamparan keras tadi, selesai membersihkan luka Cloe menyuruh Jane beristirahat sebentar sebelum melontarkan pertanyaannya. 10 menit telah berlalu, Cloe pun mulai mengintimidasi Jane.
              "Siapa wanita itu? Kenapa dia menamparmu?" Akhirnya pertanyaan yang membuat mulutnya gatal itu keluar juga.
               "Dia adalah kekasih pria yang mendekatiku. Percayalah Cloe, aku tidak pernah mengambil kekasih orang lain. Dia hanya salah sangka" wajah Jane langsung memelas.
               "Kalian sama-sama salah. Kau yang terlalu merespon kekasihnya sampai-sampai pria itu salah tanggap. Lain kali jangan pernah merespon pria berlebihan terlebih pria yang sudah memiliki kekasih"
              SKAK MAT.
              Ucapan Cloe membuat hatinya terasa ditusuk beribu ribu jarum, lontaran dari mulut tajamnya membuat Jane tertunduk menyesal. Cloe tidak peduli apakah perkataannya menyakiti orang bahkan temannya sendiri selama yang dikatannya itu benar. Karena ia tidak mau orang didekatnya menjadi orang yang buruk dalam tingkah laku. Apalagi masalah perasaan. Ia tidak suka dengan Jane yang suka menggantungi hubungannya dengan pria lain atau bisa dikatakan pemberi harapan orang. Memang wajahnya cantik, pria mana yang tidak mau dekat dengannya? Tapi inilah kekurangan Jane yang paling Cloe tidak sukai.
             Namun Jane bersyukur mempunyai teman seperti Cloe yang jujur dan apa adanya walaupun dengan kalimat tajamnya. Dia tetap menyayangi Cloe.
              "Baiklah aku akan membeli makanan di kantin. Kau tunggu di sini" senyum Cloe padanya. Jane hanya mengangguk membalas ucapannya.
               Selama menunggu pesanannya di kantin, dia dikejutkan oleh orang yang duduk di sebelahnya. Siapa lagi kalau bukan Ethan
               "Cloe, kudengar kau membuat empat orang pingsan sekaligus di koridor"
               Ethan merasa takjub dengan temannya. Memiliki wajah yang cantik namun boyish ini bisa berubah menjadi ganas ketika orang mengganggunya. Cloe hanya menyengir mendengar ucapan temannya.
              "Apakah Ayahmu sudah pulang? Sudah lama aku tidak bertemu dengannya"
              "Ya, Daddy baru saja pulang kemarin. Kau mau ke rumahku?" tanya Cloe to the point
              "Hahaha kau bisa saja. Iya, bolehkah?"
              "Boleh, lagipula kau sudah jarang bermain-main ke rumahku. Oh ya, aku juga sudah punya teman baru di rumah" Cloe tersenyum padanya.
              "Benarkah? Laki-laki atau perempuan?"
              "Laki-laki"
               "Apa?! kau tidak boleh tinggal bersama laki-laki! Ingat kau perempuan! Bisa-bisa kau di-"
               PLETAK!!
              "Hilangkan pikiran mesummu. Dia itu anjingku. Makanya jangan dengarkan dulu, aku masih belum selesai berbicara" bibirnya mengerucut kesal.
              "Maaf mengganggu, ini pesanan anda Nona" Cloe mengangguk pelan. Lalu menatap Ethan sebentar, "Baiklah, kau jam berapa ke rumahku?"
               "Pulang kuliah. Kau ikut aku saja, tidak perlu berjalan kaki. Kutunggu di parkiran"
               "Huh baiklah. Aku pergi dulu bye Ethan"
               "Bye. Kutunggu Cloe!"
                Cloe membalasnya dengan senyuman lalu pergi ke ruang kesehatan dan Jane masih menunggunya di situ. Setelah sampai ia langsung memberikan makanan pada Jane, "Terima kasih Cloe" ia mengangguk tersenyum mebalas ucapan Jane. Selesai makan mereka kembali ke kelas melanjutkan mata kuliah.
                "Oke oke aku segera ke sana. Ya, tunggu saja. YAAA INI AKU LAGI MENUJU PARKIRAN" teriak Cloe menggelegar di kampus ini. Ia mendengus kesal mendengar Ethan menelponnya tidak sabaran. Ia sedikit lambat hari ini karena berurusan dengan dosen yang melihat pertengkarannya tadi. Bahkan dia sudah mendapatkan surat teguran pertama.
                Terlihat mobil sport putih dan manusia basburd itu di dalamnya, cepat-cepat ia masuk ke dalam mobil itu kemudian pergi menuju rumahnya yang kurang lebih dua menit untuk sampai ke sana.
               TOK TOK TOK
               "Daddy apa kau di dalam?"
              Pintupun langsung terbuka. Mr. Allison mempersilakan mereka masuk. Tidak lupa Grey menyambut sambil menjilat Cloe. Mereka berkumpul di ruang tamu sambil bercengkrama satu sama lain.
              "Kau mau minum apa? Akan aku buatkan"
              "Apa saja" Jawab Ethan tersenyum.
              Cloe langsung pergi ke dapur untuk membuat minuman. Dia tersenyum kecil melihat Ayahnya dan Ethan ngobrol dengan akrab. Tetapi ada yang aneh dengan Grey. Mengapa Ia terlihat... marah? Sesekali ia menggonggong ganas ke arah Ethan. Ada apa denganmu Grey? Gumam Cloe.

CHAPTER 3 NEW CLASSMATE

Aku meletakkan minuman ini di atas meja lalu meninggalkan mereka sementara, pergi ke kamar mandi mengingat tubuhku yang sangat gerah setelah menghajar wanita-wanita gila tadi.
              Setelah sampai kamar aku langsung membanting diri di kasur king size ini sebentar. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di perutku. Aku meraba-raba benda ini dan ternyata... Grey. Ah anjing ini, kupikir ada apa ck. Kuelus pelan rambutnya yang lebat dan nampaknya Grey terlihat senang. Tanpa kusadari anjing ini selalu menatapku dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan. Anehnya jantungku bedetak dengan cepat saat mata kami bertemu satu sama lain.
              "E-ehm" seruku untuk mencairkan suasana, "A-aku mandi dulu"
               Aku langsung beranjak dari kasur, pergi ke kamar mandi. Semua pakaian sudah kulepas, air dari
shower mengalir di tubuhku dari ujung rambut sampai ujung kaki, aku berharap semua pikiran aneh langsung hilang saat ini juga.
               Selesai mandi aku mengeringkan rambut sebentar dengan hairdrayer”. Beberapa menit kemudian rambut ini lumayan kering, lalu menekan tombol off, tidak lupa menyisirnya agar lebih rapi. Selesai dengan urusan rambut, aku membuka lemari pakaian mengambilhotpants dan baju kaos kebesaran. Oke, aku turun sekarang.
  GUK GUK GUKK
  RRRR!!!!
              Baru saja aku menyentuh knop pintu, Grey menggonggong dengan ganasnya. Aku menggigit bibir bawahku kemudian berbalik. Dia terlihat rrr sangat marah... bahkan sampai turun dari kasurku dan berlari menuju pintu kamar. Sepertinya dia melarangku turun, tapi kenapa?
              "Ada apa Grey? Kenapa kau melarangku turun? Aku tidak enak dengan Ethan sudah menunggu lama" kataku tetap bersikukuh ingin membuka pintu, membuat Grey semakin menyalak marah. Mataku terbelalak lebar saat anjing ini mendekatiku dengan perlahan, terpaksa aku mundur beberapa langkah hingga tersandung dan jatuh ke ranjang. Aku sangat ketakutan melihatnya seperti ingin memakanku hidup-hidup. Ia tetap melangkahkan kakinya bahkan sampai naik ke ranjang dengan seringaiannya yang mengerikan. Cukup, aku tidak berani berani menatap wajahnya yang memperlihatkan taring-taring tajam itu... tidak terasa air mataku sudah mengalir.
               Apa salahku? Aku hanya ingin turun menemui Ethan dan dia melarangnya?! Ada sesuatu yang lembut dan basah menyentuh pipiku. Ternyata Grey, dia menjilat pipiku dengan lembut dan sangat hati-hati. Aku sangat bersyukur anjing ini tidak menggigitku, padahal dia sangat marah tadi. Cepat-cepat aku mengusap air mata ini lalu pergi menuju pintu kamar, anehnya Grey tidak marah seperti tadi. Aku melihatnya sebentar, tatapannya yang nanar membuatku merasa bersalah, tapi untuk apa aku merasa bersalah padahal dia yang sudah membuatku ketakutan setengah mati. Aku memalingkan wajahku kemudian keluar dari kamar ini.
                Baru saja aku bergabung dengan mereka, Ethan sudah bersiap-siap pulang. Aku menghela napas panjang sambil mengumpati Grey karena dialah yang membuat Ethan menunggu lama.
                 "Maafkan aku Eth, tadi ada sedikit masalah dengan anjingku" jujur, aku merasa tidak nyaman dengan Ethan sekarang. Untuk kedua kalinya aku menyalahkan anjing itu lagi. "Tidak apa-apa, lagipula ini sudah malam. Keluargaku pasti menunggu di rumah" jawabnya tersenyum. Ethan... bagaimana kau masih bisa tersenyum setelah membuatmu tidak nyaman di rumah ini. Andai saja aku jatuh cinta padamu, sayangnya... aku tidak bisa. Wanita beruntunglah yang bisa mendapatkan pria sebaik dirimu Eth.
                 "Mr. Allison, Cloe, aku pulang dulu" Ethan melempar senyum simpul pada dad.
                 "Ya hati-hati di jalan. Jangan sungkan main ke rumah ini, berkunjunglah lain kali" jawab Dad sambil mengarahkan dagunya ke arah pintu, memeberi isyarat untuk mengantar Ethan sampai luar. Aku mengangguk mengerti maksud Dad. Kemudian mengantar Ethan sampai depan. Ia langsung menuju mobilnya lalu masuk ke dalam. Ethan mulai menjalankan mobil sportnya lalu berhenti di depan ku sebentar, membuka kaca mobilnya, "Cloe, aku pulang ya, bye
                  "Ya, hati-hati Ethan, berkunjunglah lagi ke sini"
                  "Sebenarnya aku sangat ingin berkunjung ke sini lagi, tapi anjingmu..." jawabnya sambil tertawa kecil. Aku menatapnya dengan tatapan bersalah namun ia selalu melemparkan senyum itu membuatku harus tersenyum kembali walaupun terpaksa.
                 TIN TINN
                  Ethan mengejutkanku dengan suara klaksonnya, "Hei hei jangan melamun, mukamu jelek sekali hahaha" oke, aku kedapatan lagi melamun di depannya, Ah! Sial! baru saja ingin membalas ucapannya dia langsung menancap gas menjauh dari sini. Huh. Tunggu saja hadiahnya besok Ethan! Aku
melipat tangan di depan dada sambil menghentakkan kaki, kembali ke rumah.
                  Cahaya matahari masuk melalui celah-celah woodblind dan menyinari seluruh ruangan bercat putih yang berada di lantai dua. Aku mengerjapkan mataku perlahan sebelum akhirnya membuka kedua mataku. Aku langsung mengambil handuk pergi ke kamar mandi dan mulai menghidupkan shower. Selama sepuluh menit aku keluar dari kamar mandi berbalut handuk dan aku baru menyadari tidak melihat Grey dari tadi. Ke mana dia?
                 "GREYY" seruku namun dia tak kunjung datang, aku memanggilnya sekali lagi "GREYY KAU DI- Oh di situ kau rupanya. Kenapa tidak masuk huh?" Aku mendecak sambil berkacak pinggang menatap Grey tajam di balik pintu kamar. Kau sukses membuatku khawatir! Sepertinya dia tidak mau masuk. Ya sudah biarkan saja. Aku langsung berbalik menuju lemari pakaian, mengambil denim dan jeans lalu memakaikannya, tidak lupa mengikat rambutku dengan asal, juga memoleleskan bedak tipis serta lipgloss cherry karena bibirku yang mudah kering. Well, jadi wanita memang merepotkan. Tunggu dulu, jam berapa sekarang? Tidak biasanya pagi-pagi begini mataharinya terang benderang...   W-what?! J-jam 8.00 am, sialan aku terlambat. Cepat-cepat aku mengambil tas dan berlari dari kamar ini. Daddy mengernyit kebingungan melihatku saat memasang sepatu seperti orang kesetanan, "Kenapa terburu-buru sekali? Tidak sarapan dulu?"
                  "Aku lupa ada jam pagi Dad. Aku tidak sarapan, aku harus cepat bergegas. Okay, aku berangkat dulu. Bye, Daddy!" Aku melambaikan tangan ke arahnya kemudian berangkat menggunakan mobil kesayanganku, aku tidak punya pilihan lain lagi untuk cepat sampai sana. Mobil ini terus melaju tanpa mempedulikan kendaraan lain yang terus mengklakson. Yang kupikirkan adalah harus cepat sampai sebelum dosen itu mengamuk.
                  Thanks God, akhirnya sampai juga. Hei, aku baru melihat mobil sport ini. Apakah ada mahasiswa baru? Atau salah satu dari kami menggantinya dengan yang baru? Dan sepertinya mobil ini sangat... hm mahal. Cukup. Fokuskan dirimu Cloe, kau harus cepat ke kelas. Dengan terburu-buru aku membuka pintu mobil ini
                  BUKK!
                  Karena terlalu terburu-buru tanpa sadar aku membuka pintu mobil ini dengan kencang sampai mengenai mobil mahal itu. Ugh habislah dirimu Cloe. Kau berhasil membuat mobil itu lecet dengan cantiknya. Aku menggigit bibir bawahku sambil menelan saliva dengan susah payah. Cepat-cepat aku lari dari sini sebelum ada yang melihatnya. Setelah sampai di depan kelas aku lihat pintu kelasnya tertutup. Tamatlah riwayatku, dosen itu pasti sudah masuk. Aku menghela napas panjang membelakangi pintu ini. Berjalan dengan gontai menuju cafetaria, karena di sanalah tempatku membuang stress dengan makanan yang luar biasa. Fleur burger tiga porsi, ice cream vanilla dua, umm minumannya lemon tea dua. Well, itu saja"
              "Pelayan itu sempat terperangah dengan pesananku kemudian mengangguk pelan, mendatangi pelanggan yang lain untuk mencatat pesanan. Beginilah aku, jika sedang kesal akan kulampiaskan dengan makanan. Tidak peduli apakah beratku bertambah yang penting moodku kembali membaik. Aku berbeda dengan kebanyakan perempuan menahan lapar mati-matian untuk menjaga berat badannya. Ck, kupikir mereka cukup bodoh. Sambil menunggu pesanan, aku mengeluarkan headset dan iPod dari tas kemudian memutar lagu I'm only me when I'm with You by Taylor Swift.
Just a small town boy and girl
livin' in a crazy world.
Tryin' to figure out what is and isn't true.
And I don't try to hide my tears.
The secrets or my deepest fears.
Through it all nobody gets me like you do.
And you know everything about me.
You say that you can't live without me.
              Lagu ini berdurasi 3:35 menit. Saat itu pula pelayan cafeteria datang dengan nampan di tangannya. Yep pesananku sudah datang. Aku menyerahkan beberapa lembar uang saat kertas tagihan ditunjukkan padaku. Pelayan itupun bergegas kembali ke kasir memberikan uang tersebut. Aku menatap makanan ini dengan sumringah, tunggu apa lagi? Aku langsung melahapnya seperti orang kelaparan, tidak makan berbulan-bulan. Tidak peduli dengan tatapan orang yang menatapku dengan kaget, aneh, bahkan miris. Mereka yang menatapku miris mungkin mengira aku tidak makan bertahun-tahun.
              "Hahh hhah" makan saja sampai membuatku ngos-ngosan karena kekenyangan. Makanan di piring-piring ini sudah bersih dan gelas minuman tidak meninggalkan setetes airpun. Senyumku yang tadi
hilang kini sudah kembali sempurna. Makanan memang obat paling ampuh bagiku, apapun jenis penyakitnya.
              Masih banyak waktu tersisa. Well, aku pergi ke perpustakaan saja, membaca? Big no. Lebih baik aku tidur daripada membaca buku-buku pelajaran yang membosankan.
              Akhirnya sampai juga di perpustakaan ini. Pandanganku mengedar ke seluruh ruangan. Mataku terpaku pada kursi dan meja kosong di pojok sana, lebih baik aku tidur di situ saja. Saat berjalan tiba-tiba saja aku terjatuh, ternyata ada kaki sialan sedang terjulur dengan indahnya di depanku. Hah lututku sakit sekali. Siapa yang lancang sekali memajang kakinya di tengah jalan ck?! Aku mengikuti arah kaki ini. Kulihat dia tidur di sela-sela lemari dengan wajah tertutup buku. Oh sialan, laki-laki ini masih bisa tidur dengan nyenyak setelah membuatku jatuh sekaligus malu. Ingin sekali aku menonjok wajahnya mengingat surat peringatan yang sudah kudapat membuatku membatalkan rencana itu. Aku berjalan tertatih-tatih menuju bangku di sebelah lemari buku ini, kemudian tidur dengan lelap.
              Satu setengah jam lamanya aku tertidur. Nyawaku masih belum kembali sepenuhnya, sesekali aku menguap dan mengucek pelan mataku. Sekilas aku melihat laki-laki itu masih tidur dengan posisi berubah dari sebelumnya. Kenapa tidurnya lama sekali? Apakah dia mati? Pikiran tak karuan memenuhi kepalaku. Aku penasaran sekali dengan wajah laki-laki ini, ah lebih baik langsung cek saja. Kakiku melangkah dengan perlahan agar laki-laki ini tidak terbangun. Kuperhatikan, tubuhnya bagus juga. Tubuh tinggi dan atletis, dari luar saja sudah bisa kutebak dia pasti memiliki otot perut yang indah, terlihat dari tangan kokohnya terlipat di depan dada. Aku mendekati tubuh ini dengan sangat hati-hati. Perlahan aku mengangkat bukunya, bibir tebalnya mulai terlihat. Kuangkat lagi buku ini sampai wajahnya terlihat sepenuhnya.
              Tampan... tidak, sangat tampan.
              Pandanganku tidak bisa lepas darinya. Wajahnya memperlihatkan lekukan-lekukan indah membuatku terpana akan ketampanannya yang luar biasa. Bibir dan alis yang tebal, rahang kokoh, hidung
mancung, dan kedua mata itu terpejam dengan tenang. Perempuan mana yang tidak bisa melepaskan pandangannya dari laki-laki setampan dirinya. Namun aku sadar akan satu hal... sejak kapan kedua mata itu terbuka?!
              "Sudah puas melihat wajahku nona?" mataku terbelalak lebar, kaget mendengar suara berat dan serak seseorang baru bangun tidur... rrrr sexy. Serta wajah datar dengan tatapan matanya yang tajam membuatku ingin pingsan sekarang juga. Sial, aku tidak boleh terlihat gugup di depannya. Mengingat apa yang sudah dilakukannya padaku. Aku langsung memalingkan wajah.
             "Siapa yang melihat wajahmu hah? Aku hanya ingin kau minta maaf setelah membuatku jatuh sekaligus malu" kataku geram namun dengan suara pelan. Dia hanya menatapku datar tanpa meresponapapun. Wow lancang sekali pria batu ini. Baiklah, aku akan menunggunya sampai kata-kata maaf meluncur langsung dari mulutnya.
              Dua menit
              Lima menit
              Delapan menit
              Aaarrgghh menyebalkan. Apakah dia tidak bosan mendiami orang seperti ini? Berbeda dengan mulutku yang sudah gatal ingin mengeluarkan sumpah serapah padanya. Oke kalau ini yang kau cari pria gila. Aku mengunci kedua tangannya walaupun sedikit kesulitan karena tangan ini lebih besar dan kokoh dari Ethan. Kakinya kukunci dengan kakiku. Lalu membuang jarak yang membatasi tubuh kami. Aku mendekatkan wajahku padanya. Menatapnya dengan tatapan menantang. Kedua mata onyx itu membalasku dengan tatapan tajam, sangat... tajam. Membuatku sedikit bergidik ngeri. Aku tidak akan kalah dengan tatapanmu itu batu!
              "Cepat minta maaf atau kau akan ku habisi di sini sekarang juga" aku berbisik pelan di telinganya. Aroma maskulin dari tubuh ini sempat membuatku lupa diri.
               Untuk apa aku meminta maaf padamu? Kau sendiri yang tidak melihat jalan" dari suaranya yang rendah aku tau pria ini sedang kesal namun ditutupi dengan tampang cool itu. Cih menjijikan.
               "Baiklah kalau ini yang kau car- Aahh" Sial! Badanku langsung menyentuh lantai. Badan besarnya sudah berbalik di atasku. Tanganku tidak bisa bergerak sama sekali karena ia menguncinya hanya dengan satu tangan. Kakiku juga dikunci olehnya. OH GOD pria ini mengerikan.
               "Kau ingin aku minta maaf?" tanyanya sambil menatap lurus mataku. Aku mengangguk membalas ucapannya "Ya, sekarang juga"
               W-wait.
               K-kenapa wajahnya semakin dekat denganku dan sejak kapan tangannya berada di tengkukku?! Uh, aku yakin wajahku seperti kepiting rebus sekarang. Aku tidak sanggup menatapnya sedekat ini. Mataku terpejam saat terpaan nafas itu menyapu seluruh wajahku. Namun ada yang aneh, tangan dan kakiku sudah bisa digerakkan serta... PRIA INI MENINGGALKANKU! Bodoh. Dia berhasil mengerjaiku. Awas saja sampai aku mendapatkanmu. Aarrghh!
                Aku melirik jam tangan hitamku. Ternyata sudah waktunya kelasku istirahat. Baru saja aku keluar dari perpustakaan tiba-tiba ada tangan lembut menarikku. Huh Jane …..
                "H-hei pelan-pelan Jane" Dasar perempuan. Oh aku lupa, aku juga perempuan. Tapi bisakah dia menarikku dengan santai? Jangan tergesa-gesa seperti ini. Memangnya ada hantu? Orang gila? Perampok atau semacamnya?
               Jane membawaku ke kelas. Dia mendudukanku di kursi Alexa, teman sebangkunya. Ada yang aneh Jane, wajahnya begitu berbinar seperti anak kecil yang baru dibelikan mainan kesukaan oleh
ibunya, "Cloe apakah kau tau?" serunya.
               "Mana kutahu. Kau saja baru berbicara denganku" jawabku cuek. Ia mendengus kesal mendengar jawabanku, "Huh kau ini. Aku lihat ada mahasiswa baru berjalan di koridor-"
               "Kenapa? Tumben sekali kau ini"

CHAPTER 4 SAME INJURIES

              "Cloe mengerjapkan matanya berkali-kali, mulutnya ternganga lebar. Apakah benar mahasiswa baru itu pria yang di perpustakaan tadi? Pemilik mobil yang dibuatnya lecet? Dia masih tidak percaya dengan semua ini. Mahasiswa baru itu hanya memamerkan mata onyxnya yang dingin tidak lupa smirk yang membius kaum hawa mana saja. Dosen sexy nan genit itu mempersilakannya untuk memperkenalkan diri. Semua mahasiswi di kelas ini memperhatikannya dengan semangat dan antusias kecuali Cloe yang sibuk dengan pikirannya.
               "Perkenalkan nama saya Aidan Steve, kalian bisa memanggilku Aidan" Singkat, sangat singkat. Walaupun perkenalan ini tidak berlangsung lama, semua mahasiswi di sini sedikit puas karena sudah tahu nama pria tersebut. Aidan langsung mencari tempat duduk. Tatapannya terpaku pada kursi kosong di sebelah wanita yang ditemuinya di perpustakaan tadi lalu berjalan ke arahnya. Aidan sedikit menangkap gumaman wanita itu, "Cih apa hebatnya dia? Kalian semua bodoh, mudah terbius oleh tampang sok cool-nya. Aku tak habis pikir dengan pria batu, payah"
                 "Hhh benarkah nona?" Aidan berbisik tepat di telinga Cloe dengan penuh penekanan. Jantung Cloe ingin lepas saat itu juga mendengar suara berat namun terkesan dingin. Bisa dibilang ingin mati, karena Aidan duduk di sampingnya sekarang. Otaknya tidak bisa bekerja lagi, tubuhnya benar-benar kaku, napasnya tercekat. Aidan melempar senyum miring pada Cloe. Cloe diam mematung. Dia berusaha mengembalikan akal sehatnya dengan mengeleng-geleng kepala sambil memejamkan mata. Setelah akal sehatnya kembali, dia terlihat memikirkan sesuatu. Senyum licik menghiasi wajah cantik Cloe dan akhirnya…..
                 "Alexa. Kau mau duduk di tempatku?" sekarang bukan Cloe lagi yang terkejut, tapi Aidan. Wajah paniknya tertutup dengan ekspresi dingin dan datar, "Sial, apakah aku harus duduk dengan wanita ular itu? Lebih baik aku mati sekarang juga daripada duduk dengannya," gumam Aidan. Aidan tidak mau duduk dengan Alexa, wanita genit yang terus menempelinya seperti perangko selama istirahat. Dia berharap Alexa menolak tawaran Cloe walaupun sangat mustahil. Oh Shit, Alexa mengangguk semangat. Pertanda buruk bagi Aidan.
                Aidan melirik sekilas Cloe sedang membereskan barang-barangnya, saat Cloe berdiri dia langsung menahan pergelangan tangan perempuan itu. Cloe menatap tangannya bingung lalu mengerahkan pandangannya pada Aidan. Matanya seolah-olah bertanya 'Ada apa?' Aidan hanya diam, tidak mengeluarkan sepatah katapun serta, cengkramannya pada tangan Cloe pun melonggar. Cloe langsung menarik tangannya kemudian pergi ke tempat di mana Alexa duduk, saat itu pula Alexa datang dengan bau parfum yang menyengat. Karena semenjak Aidan datang, dia sudah menyemprot habis seluruh badannya dengan maksud menggoda Aidan. Air wajah Aidan langsung berubah ketika Alexa duduk di sampingnya. Di sisi lain, Cloe tersenyum senang setelah pindah ke sebelah Jane namun wajah Jane sedikit merengut, "Kenapa tidak aku saja yang pindah ke tempatmu?"
              "Calm down sista, aku yakin dia tidak menyukai Alexa. Makanya aku memintanya untuk duduk di sebelah Aidan. Hitung-hitung... balas dendam" senyum licik merekah di wajah cantik Cloe.
               "Tapi-"
               "Sstt dengarkan dulu penjelasan dosen. Kita lanjutkan nanti ok?" Jane mengerucutkan bibirnya kesal. Terpaksa dia kembali menghadap depan memperhatikan penjelasan dosen karena percuma jika dia berbicara tidak akan digubris Cloe. Sesekali Jane melirik Aidan, 'Beruntung sekali Alexa, tapi aku percaya. Aidan menjadi milikku' batin Jane dengan ambisius.
               Cloe menghadap belakang sebentar melihat keadaan Aidan, "Pppfftt" tiba-tiba saja tawanya ingin meledak saat itu juga melihat Alexa bergelayut manja di tangan Aidan, Cloe tau Aidan risih dengan perlakuan Alexa, namun wajah dingin dan datar itu menutupi segalanya.
---
"Mata mereka bertemu satu sama lain. Aidan menatap Cloe dengan tajam namun sangat... dalam. Melihat manik mata onyx Aidan membuat Cloe gugup, dia langsung memalingkan wajahnya. Tidak ingin menatap mata itu lagi.
               Waktu terus berjalan, sampailah waktunya untuk istirahat. Saat itu pula sekumpulan mahasiswi datang menggeromboli mahasiswa baru. Namun masih ada satu wanita normal, dia terlihat kesal sambil mendecakkan lidah melihat sahabatnya lebih memilih pria itu daripada menemaninya ke cafeteria. Siapa lagi kalau bukan Cloe, karena hanya Cloelah perempuan yang tidak menyukai keberadaan Aidan. Dia terlihat memikirkan sesuatu lalu merogoh saku celananya mengeluarkan iPhone. Sepertinya Cloe menghubungi seseorang namun tidak dijawab juga. Cloe langsung berlari keluar kelas menuju gedung A. Raut wajahnya terlihat khawatir. Sekarang, kaki Cloe sudah berpijak di lantai gedung A namun orang yang dicarinya tidak ada, "Permisi, apakah Ethan masuk hari ini?" tanya Cloe pada salah satu teman jurusan Ethan.
               "Tidak, kabarnya dia sakit." Cloe menunduk lesu setelah mendengar kabar tersebut. 'Tapi kenapa Ethan tidak mengangkat teleponku? Apakah dia marah? Tuhan... Aku khawatir padanya' batin Cloe.
               "Oh... baiklah terima kasih. Eh, tunggu dulu apa kau tahu alamat rumah Ethan?" Orang itu mengernyit alis bingung, "Aku tidak tahu, dia tidak pernah membeitahukan alamat rumahnya. Bukankah kau sahabat Ethan? Masa tidak tahu alamat rumah sahabatmu sendiri," Wajah Cloe langsung berubah menjadi murung. Dia merasa bukan sahabat yang baik, alamat rumah sahabatnya saja tidak tahu. Jangankan alamat rumah, Ethan sakitpun baru dia ketahui. Biasanya Ethan yang ceria selalu menyapa setiap pagi, menghapirinya setiap jam istirahat, Cloe terbiasa menjalani hari-harinya seperti ini. Dan sekarang terasa aneh tanpa kehadiran Ethan. Dia tidak tahu lagi bagaimana caranya menemui Ethan. Teleponnya saja tidak diangkat-angkat.
              Cloe memutuskan untuk pergi ke taman kampus, menjernihkan pikirannya. Nafsu makannya pun sudah hilang ketika mendengar sahabatnya sakit. Matanya menangkap seorang gadis sedang bermain gitar bersama teman-temannya. Tiba-tiba saja ada rasa yang mendorongnya untuk memainkan alat musik tersebut. Dia memperhatikan gadis itu bernyanyi dan tertawa bersama temannya di bawah pohon rindang dan duduk di atas rerumputan hijau.
                 "Permisi, bolehkah aku meminjam gitarmu?" tanya Cloe sopan. Gadis itu terdiam sebentar, ia tersenyum tipis lalu mengangguk mempersilakan Cloe memainkan gitarnya. Dia langsung menyerahkan gitar A/E Taylor 210-E Dreadnought pada Cloe. Cloe duduk di samping mereka, lalu menyandarkan tubuhnya di batang pohon besar dan kokoh. Kedua matanya mulai terpejam, jari-jarinya mulai memetik senar satu persatu membentuk sebuah melodi. Lagu yang dimainkannya adalah Wildest Dream by Taylor Swift”. Tanpa sadar dia ikut menyanyikannya. Gadis pemilik gitar tersebut serta temannya menatap Cloe dengan takjub.
              "He said, "Let's get out of this town,
              "Drive out of the city, away from the crowds."
              "I thought heaven can't help me now.
              "Nothing lasts forever, but this is gonna take me down
              "He's so tall and handsome as hell
              "He's so bad but he does it so well
               "I can see the end as it begins
                "My one condition is
               "Say you'll remember me standing in a nice dress,
                "Staring at the sunset, babe
                 "Red lips and rosy cheeks
               "Say you'll see me again

               "Permainannya langsung terhenti. Lirik "He's so tall and handsome as hell, He's so bad but he does it so well" mengingatkannya pada Aidan. Dia merutukki Aidan yang tiba-tiba muncul di kepalanya dan mengganggu permainannya. Dia juga menyalahkan Taylor Swift yang membuat lirik seperti ini. Lamunannya buyar ketika Gadis itu memanggilnya, "Kenapa berhenti? Permainanmu sangat luar biasa! Aku juga menyukai suara alto-mu! Sangat pas di telinga. Kenapa tidak bergabung dengan band kampus? Orang sepertimu tidak boleh disia-siakan!" Cloe tersenyum kecil mendengarnya. Sebenarnya dia sangat menyukai seni dan bisa memainkan beberapa alat musik lainnya. Namun ia malas memamerkan kepada orang banyak. Dia menikmati seni hanya untuk kesenangan dan kepuasan pribadi.
              "Tidak apa-apa, tiba-tiba saja aku memikirkan seseorang. Terima kasih sudah meminjamkan gitarmu. Aku permisi" Cloe berdiri, beranjak pergi dari sini, "H-Hei! Siapa namamu?!" gadis itu memanggil Cloe dengan sedikit berteriak. Cloe menoleh ke belakang lalu tersenyum simpul "CLOE" teriaknya. Gadis itu mengangguk senang, Cloe membelakangi mereka lalu kembali berjalan menuju kelas mencari Jane. Namun sebelum ke kelas ia pergi ke toilet untuk kebutuhan biologisnya. Toilet yang ia tempati sangat sepi, tidak ada orang satupun di sini kecuali dirinya. Karena toilet ini jauh dari gedung kampus, lagi pula toilet di kampus ini banyak, tidak hanya ini. Ada perasaan lega setelah ia menyelesaikan kebutuhan biologisnya.
                 BRRAAKKK!!
                 Baru saja dia membuka pintu toilet dia mendengar suara pintu luar toilet tertutup dengan keras.
Sepertinya ada orang baru masuk dengan membanting kasar pintu. Bulu kuduknya berdiri, pikirannya sudah mengarah ke hal-hal lain. Tapi, rasa takut yang menyelimutinya kalah dengan rasa penasarannya. Dia membuka pintu dengan perlahan, pintu itupun terbuka setengah. Tubuh orang itu terlihat separuh. Dilihat dari tangannya yang kekar dan tubuh yang tinggi, pasti Pria pikirnya. Saat Cloe ingin membuka pintu sepenuhnya, kaki jenjang itu menginjak genangan air bercampur sabun, karena toilet ini baru saja dibersihkan. Sialnya dia tidak bisa menjaga keseimbangan dan ………
               BBUUKK!!
               "Aahh shit!" Cloe reflex mengeluarkan kata-kata yang sebenarnya tidak boleh diucapkan.               Bokongnya sukses mencium lantai dengan gerakan sempurna dan secara tidak sengaja, pintu toilet langsung terbuka karena kakinya yang panjang mendorong pintu. Cloe meringis lalu menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit. Namun rasa sakit itu mereda saat mendengar derap langkah orang yang masuk toilet tadi. Suara itu semakin dekat, dia langsung berdiri kemudian berlari tergesa-gesa menuju pintu luar toilet wanita dan tidak sengaja dia menabrak dada bidang pria itu, tanpa melihatnya sedikitpun. Baru saja dia membuka pintu, ada tangan yang menutup pintu itu kembali. Mulutnya menganga lebar, matanya membulat sempurna. Kesal, marah, geram, takut, semuanya menjadi satu. Dengan berani dia berbalik menghadap pria yang melarangnya keluar. Dia membalikan badannya dengan perlahan dan melihat siapa sebenarnya pria itu. Cloe merasakan kakinya lemah seperti tak bertulang melihat pria ini.
             "A-AI-DAN!! K-KENAPA K-KAU MPPFFTTT!!!" Aidan langsung membungkam mulut Cloe dengan tangannya. Dia tidak mau wanita-wanita itu mendengar teriakan Cloe. Mereka pasti mengejar Aidan dan memeluknya tanpa ampun. Aidan rasa lama-lama dia menjadi fobia dengan perempuan. Cloe terus memukul dadanya tanpa henti, sesekali menarik tangan Aidan untuk melepaskan bungkamannya. Merasa tidak direspon, Cloe langsung menggigit tangan Aidan dengan keras.
            "Argh! Kau!" Aidan langsung melepaskan tangannya, wajahnya berubah menjadi marah "Makan apa dia gigitannya bisa sekuat ini" batin Aidan. Cloe tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, dia langsung kabur dari toilet. Namun, lagi-lagi usahanya gagal. Aidan menahan pintu itu dengan satu tangan dan langsung mendorong Cloe ke dinding. Dia mendekatkan tubuhnya pada Cloe. Wajahnya benar-benar geram sekarang, "Jangan buka pintu itu sebelum…………."
              "Hei apa kau dengar suara Aidan!?
              "Ya! Aku mendengarnya di sekitar sini!
              Aku yakin dia ada di sekitar sini! Hah! Aku harus menyerahkan surat ini padanya! Sebelum yang lain menyerahkannya!
              Sorot mata Aidan berubah menjadi tajam, sangat tajam. Tatapan itu ditujukannya pada Cloe yang berusaha melepaskan diri, "Kau dengar? Mereka semua mencariku. Aku tidak mau bertemu mereka. Jangan buka pintu itu sebelum mereka pergi. M-e-n-g-e-r-t-i?" Aidan berbisik tepat di telinga Cloe, lalu menghela napas tepat di tengkuknya. Mata Cloe terbelalak merasakan terpaan napas menyapu permukaan kulitnya. Bulu remangnya berdiri merasakan hangatnya napas Aidan. Cloe mengangguk kaku menjawab pertanyaan Aidan tanpa menatapnya sedikitpun. Baru kali ini seorang pria sukses membuatnya tak berkutik sama sekali dan membuat jantungnya berdetak dengan cepat. Wajah Cloe merah padam, dia menggigit bibir bawahnya menahan malu sekaligus gugup di hadapan Aidan. Dia menyadari Aidan menatapnya sedari tadi, tanpa mengubah posisinya. Malah, Aidan semakin menghapus jarak yang membatasi dirinya dengan Cloe.
              Aidan menyentuh bibir ranum itu dengan jarinya sampai bibir yang terkatup itu menjadi terbuka. Sentuhan Aidan membuat Cloe merasakan listrik jutaan volt mengalir di tubuhnya, napasnya tercekat, badannya kaku tidak bisa digerakkan sama sekali seolah-olah tersihir oleh sentuhan Aidan. Aidan hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun dan terus menjelajahi bibir Cloe yang lembut itu. Bibir Cloe semakin merah karena Aidan terus mengusapnya sedari tadi. Sisi lain Aidan mendorongnya untuk merasakan bibir itu dengan bibirnya sendiri. Namun sebelum menyentuh gadis ini, Aidan harus menuntaskan tujuannya. Aidan menelan saliva melihat bibir Cloe yang memerah dan terbuka karena tangan nakalnya. Cloe hanya bisa menduduk menyembunyikan rasa malunya.
             "Sepertinya Aidan tidak ada di sini, ayo kita pergi"
             "Ayo! Kita coba cari di sana saja!"
             "Okay! Let's go! Ah kenapa pria tampan itu kabur tanpa sepengetahuan kita!"
             "Sudahlah, kita cari di sana saja!"
              Derap langkah wanita-wanita itu semakin menjauh bahkan tidak terdengar lagi. Cloe berusaha mengembalikan akal sehatnya. Namun sentuhan lembut Aidan membuatnya ingin yang lebih. Dia hanya bisa memajamkan mata menikmatinya.
               Aidan langsung menghentikan tangannya untuk menyentuh gadis itu sebelum yang dia lakukan melewati batas. Anehnya, Cloe merasa kehilangan saat Aidan melepaskan kontak mereka. Aidan langsung pergi meniggalkan Cloe yang diam mematung di toilet. Setelah akal sehatnya kembali normal, Cloe lari terbirit-birit menuju kelas. Untungnya selama menuju kelas dia tidak bertemu Aidan. Cloe membanting pelan iPhone-nya di meja lalu duduk diam menatap lurus papan tulis.
               "Cloe, Cloe. Hei! Apa yang kau lamunkan?!" tanya Jane kesal melihat Cloe tidak menggubris pembicaraannya. Cloe melamunkan kejadian di toilet tadi. Kejadian itu masih terngiang-ngiang di kepalanya. Dia tidak akan menceritakannya pada Jane. Karena dia tahu, Jane akan marah besar padanya. Tanpa sadar Cloe menyentuh bibirnya dengan ekspresi yang tidak bisa diartikan, "Ada apa dengan bibirmu! Atau jangan-jangan..."
               PLETAK!
               Aaww! Sakit Cloe!" Jane mengelus pelan kepalanya setelah jitakan keras Cloe mendarat di kepalanya.
                 "Jangan berpikir macam-macam!" Cloe menatap Jane tajam. Jane hanya mendengus kesal melihat tatapan Cloe padanya.
                "Huh kau ini! Hei itu Aidan! Cloe!!" Mata Cloe terbelalak. Cepat-cepat ia mengambil buku di tas lalu membacanya, mencari kesibukkan untuk mengalihkan tatapan Aidan padanya. Jane hanya bisa mengeluarkan pujian dari mulutnya tanpa henti. Bukan hanya Aidan, teman-teman yang lain juga ikut masuk. Mungkin dosen sudah datang. Tanpa sengaja dia melihat ke depan dan tatapan mereka bertemu. Aidan menatapnya dalam, mata onyx itu sempat membuatnya terbius selama beberapa detik. Namun dia cukup cepat untuk menjernihkan kembali pikirannya, dia langsung memalingkan wajah dan kembali membaca buku yang tidak dia mengerti sama sekali isinya.
              "Selamat siang menjelang sore. Baiklah kita akan memulai pelajaran kita hari ini..."
              "Hhuuaa!! Akhirnya selesai juga! Cloe aku duluan ya!" seru Jane beranjak pergi. Cloe mengangguk pelan lalu menghela napas. Dia membereskan barang-barangnya lalu pergi dari kelas. Sebentar lagi dia sampai di parkiran, namun dia tersentak mengingat mobil yang lecet karena
ulahnya.
                Matanya membulat sempurna melihat Aidan bersandar di samping mobil itu, seperti menunggu seseorang. Cloe baru menyadari bahwa mobil itu milik Aidan. Untung saja dia belum sempat membukakan kunci mobil itu dengan remot. Jika tidak, mobilnya akan mengeluarkan suara dan pasti Aidan tahu siapa yang membuat mobilnya lecet. Terpaksa dia menunggu di balik tembok yang membatasi parkiran dan halaman kampus. Beberapa menit kemudian Cloe mengintip Aidan di balik tembok. Dia melihat Aidan masih berdiri di samping mobilnya, "Harus berapa lama lagi aku menunggunya pulang!" seru Cloe dalam hati. Cloe mengerucutkan bibirnya kesal sambil melipat tangan di depan dada.
               "Cepat ke sini. Aku tahu kau ada di balik tembok itu" ucap Aidan. Cloe tersentak mendengarnya, "Dari mana dia tahu aku ada di sini? Jangan-jangan dia dukun!" gumam Cloe panik. Dia tetap bersikeras untuk tidak mendatangi Aidan dan menunggunya sampai pulang.
               "Cepat ke sini, atau aku saja yang mendatangimu dan akan ada 'kejutan' nantinya" Cloe mendecak kesal mendengar ancaman dari mulut tajam Aidan. Dia terlihat menimang-nimang. Dengan terpaksa Cloe mendatangi Aidan. Senyum miring menghiasi wajah tampan Aidan.
                "Apakah kau yang membuat pintu mobilku seperti ini? Karena terlalu keras membukanya sampai tidak menyadari ada mobil mahal di sampingmu?" Skakmat. Perkataan Aidan tepat sekali. Cloe diam membeku di tempat, wajahnya terlihat panik. Sekarang dia yakin Aidan memang dukun sejati. Dia bahkan tahu bahwa Cloe yang mebuat mobilnya lecet. Tanpa sadar Cloe menggigit bibir bagian bawah, Aidan yang melihat Cloe menggigit bibirnya sempat menelan saliva. Sepertinya Cloe memiliki daya tarik natural yang menarik Aidan untuk mendekatinya. Benar saja, Aidan mulai mendekatkan tubuh besarnya pada Cloe, sontak Cloe mundur melihat Aidan terus berjalan mendekatinya sambil menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Dan sialnya tubuh Cloe sudah tidak bisa mundur lagi karena punggungnya menyentuh body mobil. Salah satu tangan Aidan berada di samping wajah Cloe dengan menempelkan telapak tangannya di mobil, dan tangan satunya mengelus pelan pipi Cloe. Mata onyx Aidan menatap mata biru Cloe dengan sangat dalam. Tubuh mereka sudah menempel, tidak ada jarak sama sekali yang membatasi. Otak Cloe melarang keras Aidan untuk menyentuhnya namun tubuh Cloe yang tidak sinkron itu tetap merespon perlakuannya. Aidan sudah tidak tahan lagi, tangannya yang berada di mobil sudah berpindah ke tengkuk Cloe, dia menyentuh bibir itu sebentar dengan tangannya. Aidan mulai mendekatkan wajahnya, hidung mereka sudah bersentuhan. Nafas Cloe tercekat, saraf-sarafnya sudah tidak berfungsi dengan baik. Aidan mulai memiringkan wajahnya, dan...
                "Cepat pulang. Tidak baik wanita sepertimu pulang malam" bisiknya. Cloe tersentak kaget, wajahnya merah padam, malu, kesal, semuanya menjadi satu. Dia sempat mengira Aidan akan menciumnya.
                Sebenarnya Aidan ingin sekali meraup bibir gadis ini sekarang juga. Namun dia tidak ingin menyakiti Cloe. Untuk itu dia memutuskan menyuruh Cloe pulang sekarang juga, sebelum dirinya lepas kendali. Untungnya Cloe mengerti dan langsung masuk ke dalam mobilnya.
              "AAAA AKU GILAAA!!" teriak Cloe dalam mobilnya saat dalam perjalanan menuju restoran Italia favoritnya, mengingat perut yang keroncongan minta diisi.
               CKITT!
               Cloe me-rem mobil mendadak melihat sekumpulan serigala menghadangnya. Mereka bukan serigala biasa tubuh mereka di atas ukuran rata-rata tubuh serigala normal. Cloe terus mengklakson mereka namun tidak digubris. Jalanan di sini sepi, dan di sekililingnya terdapat hutan. Namun menurut legenda, ada salah satu hutan terlarang yang tidak boleh manusia kunjungi sama sekali. Karena setiap orang yang masuk ke dalamnya hanyalah tinggal kenangan. Mereka tidak akan pernah kembali lagi, menghilang bak ditelan bumi.
               Cloe terus menunggui mereka sampai menghilang di hadapannya. Tapi, tebakkan Cloe salah besar. Bukannya lelah menunggu, serigala itu malah mengguncang mobilnya, membuat Cloe sedikit terhenyak. Cloe tidak ingin menelpon Ayahnya karena dia tidak mau Ayahnya terluka. Dia memutuskan untuk keluar dari mobil dan mulai menghajar serigala itu satu persatu.
               BUK BUK!!
               Cloe menghajar mereka tanpa ampun, namun tenaganya tidaklah cukup untuk mengalahkan serigala-serigala ini, dia juga kalah jumlah. Sesekali Cloe terhempas ke aspal, untung saja jaket yang dikenakan melindungi tangannya dari kontak langsung aspal. Dia mencoba untuk berdiri tapi...
                 "AARRGGHHH!!!"
Cakar-cakar itu menembus lengan Cloe. Dia mengusap darah segar yang keluar dari lengannya. Cloe terlihat kesakitan, dia memegang luka cakaran itu agar darahnya tidak mengalir terus. Tanpa sadar serigala-serigala itu menatapnya dengan tatapan lapar, dan siap menyantap Cloe hidup-hidup. Cloe hanya menunduk pasrah, semua tenaga sudah habis ia kerahkan. Ditambah luka dalam ini membuatnya semakin lemah tak berdaya. Dia hanya bisa memejam mata pasrah akan mati di tangan serigala-serigala ini.
               DOR DOR DORR!
               Serigala-serigala itu langsung terkapar di jalan. Cloe melihat siapa yang menembak serigala itu. Dia... Aidan Steve, napas Aidan terengah-engah sambil memegang pistol berwarna silver. Cloe bersyukur Aidan datang tepat waktu untuk menolongnya. Aidan terus menghajar kumpulan serigala itu tanpa ampun. Dia tidak tahu Aidan sekuat ini, bahkan ada tiga serigala yang sudah pingsan karenanya. Untuk ukuran manusia, tidak mungkin bisa mengalahkan serigala raksasa ini dengan mudah. Cloe yang kuat saja sangat kewalahan melawannya. Serigala-serigala itu lari terbirit-birit, tidak berani melawan Aidan. Cloe terduduk di pinggir jalan, wajahnya pucat pasi, lalu Aidan menghampirinya.
                "Kau tidak apa-apa?" tanya Aidan cemas. Cloe mengangguk menjawab pertanyaan Aidan, tidak sanggup untuk mengeluarkan kata-kata menahan sakitnya luka cakaran. Aidan tidak percaya dengannya dan menatap aneh lengan Cloe, terlihat bercak darah. Aidan menarik tangan Cloe yang menutupi lengannya dan membuka jaket Cloe dengan perlahan. Matanya terbelalak melihat luka sobekkan di lengan Cloe.
                "KAU BILANG INI TIDAK APA-APA?! APA KAU BODOH HAH?!" teriak Aidan. Emosinya memuncak seketika. Aidan terdiam sejenak melihat mata biru Cloe mulai berkaca-kaca, antara menahan sakit atau karena bentakannya. Dia juga baru menyadari, seharusnya dia tidak membentak Cloe
seperti ini. Namun rasa khawatirnya yang berlebihan membuat dirinya lepas kendali.
                "A-aidan, kau juga terluka! Coba lihat dadamu! Jangan hanya bisa membentakku seperti ini! Lihatlah dirimu sendiri" Cloe membentaknya balik namun sorot matanya menunjukkan kekhawatiran. Aidan bahkan tidak menyadari bahwa dirinya terluka, karena melihat Cloe terluka membuatnya
lupa akan segalanya.
                "Tidak apa-apa. Luka ini sebentar saja sembuh" jawab Aidan tidak peduli. Dia langsung merobek bajunya dan melilitkan kain di lengan Cloe untuk menutupi lukanya sementara.
              "Aku antar ke rumah sakit" ucap Aidan sambil membantu Cloe berdiri.
              "Tidak! Terima kasih. Aku bisa sendiri"
              "Jangan keras kepala!"
              "Aku punya dua tangan Aidan. Tangan sebelahku masih berfungsi dengan baik. Aku masih bisa menyetir. Jadi, biarkan aku berangkat sendiri!" jawab Cloe menepis tangan Aidan. Aidan hanya bisa menghela napas panjang. Dia terpaksa mengalah.               
              TOK TOK TOK
              "Daddy?! Apa kau di dalam?!" Cloe mengetuk pintu sekali lagi, Mr. Allison pun membukakan pintunya, mempersilakan Cloe masuk, "Dari mana saja? Kenapa pulang larut malam? Dan... luka itu dari mana kau mendapatkannya sweetheart?" tanya Mr. Allison khawatir.
              "Aku baru saja dari rumah sakit untuk menjahit luka ini. Tadi aku terjatuh di kampus dan lenganku mengenai pecahan kaca, jadilah seperti ini." jawab Cloe sambil tertawa kecil. Ayahnya mengela
napas lega lalu menyuruh anaknya naik ke atas agar cepat istirahat.
              Setelah sampai kamar, Cloe langsung merebahkan dirinya di ranjang king size miliknya. Grey langsung menghampirinya sambil menjilat wajahnya, "Hahaha apakah kau merindukanku anjing manis?" Cloe mengusap lembut kepala anjingnya, namun matanya terpaku pada luka di dada Grey... sepertinya ini tidak asing...............

1 comment:

  1. Sands Casino Online - Play Here
    Play for real with a Sands Casino Online mobile casino account. We're just as happy to show 바카라사이트 you 샌즈카지노 a range of games that are sure to 1xbet korean keep you entertained.

    ReplyDelete